REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi perempuan dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), menjalani hubungan romansa bisa menjadi pengalaman menantang; penuh warna, kadang melelahkan, tapi juga sangat bermakna. ADHD dulunya dianggap hanya dialami anak laki-laki, namun kini diketahui bahwa kondisi ini dapat bertahan seumur hidup dan memengaruhi semua gender.
Gejala ADHD pada perempuan sering kali berbeda dengan laki-laki. Walaupun sama-sama berkaitan dengan kurang fokus, hiperaktif, dan impulsif, pada perempuan gejala ini lebih halus dan cenderung internal. Akibatnya, banyak yang terlambat mendapat diagnosis dan pengobatan, termasuk dampaknya pada hubungan asmara.
Tanda-Tanda ADHD pada Perempuan dalam Hubungan
Dilansir laman Neuro Launch pada Rabu (16/9/2025), perempuan dengan ADHD sering menunjukkan perilaku yang bisa memperkaya sekaligus menyulitkan hubungan:
1. Hiperfokus di awal hubungan
Perempuan dengan ADHD bisa memberikan perhatian penuh, penuh kreativitas, dan romantis pada pasangannya. Namun fase ini kadang berganti dengan periode kurang fokus yang membingungkan pasangan.
2. Komunikasi naik-turun
Mereka bisa tampak kurang mendengarkan atau sering menyela, bukan karena tidak peduli, melainkan sulit menjaga fokus. Di sisi lain, saat membicarakan hal yang disukai, mereka bisa sangat bersemangat hingga mendominasi percakapan.
3. Intensitas emosi
ADHD sering memicu perubahan suasana hati yang drastis. Hubungan bisa terasa penuh gairah, tetapi juga rawan salah paham jika tidak dikelola dengan baik.
4. Kesulitan rutinitas
Masalah dengan manajemen waktu, lupa jadwal, atau pekerjaan rumah yang terbengkalai bisa memicu konflik dalam hubungan.
Tantangan dan Kekuatan dalam Hubungan
Hubungan dengan perempuan ADHD memang punya tantangan, mulai dari komunikasi yang tidak konsisten, lupa kewajiban, hingga impulsivitas yang kadang memicu keputusan mendadak dalam hubungan. Namun, di balik tantangan tersebut, perempuan ADHD juga membawa hal positif, seperti kreativitas, semangat, empati, dan fleksibilitas.
Pemahaman dan strategi bersama adalah kunci. Pasangan perlu membangun komunikasi terbuka, memberi dukungan pada pengobatan atau terapi yang dijalani. Tidak kalah penting, keduanya juga harus merawat dan menjaga kesehatan mental masing-masing demi hubungan yang sehat.