REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) meluncurkan dokumen Master Plan Produktivitas Nasional (MPPN). Direktur Aparatur Negara Kementerian PPN/Bappenas, Eka Chandra Buana, menyampaikan peluncuran dokumen MPPN merupakan hasil kolaborasi Kementerian PPN/Bappenas dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan Asian Productivity Organization (APO) yang telah menyusun MPPN sebagai acuan kebijakan strategis peningkatan produktivitas.
“Dokumen ini diharapkan memiliki kredibilitas tinggi sehingga dapat menjadi rujukan bagi kementerian, lembaga, pemda, dunia usaha, dan seluruh pemangku kepentingan,” ujar Eka saat peluncuran MPPN di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Eka menjelaskan, penyusunan MPPN telah melalui tahapan panjang dan sistematis yang diawali pada Februari 2024 dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Bappenas dan APO di Osaka, Jepang, yang menjadi dasar kerja sama penyusunan dokumen ini.
Pada Januari hingga Februari 2025, pihaknya melakukan serangkaian research visit ke kementerian/ lembaga, termasuk kunjungan lapangan ke sentra pertanian untuk melihat praktik produktivitas di sektor pertanian. Selanjutnya, pada Mei 2025, dokumen diperkaya melalui kunjungan ke Kadin dan dunia usaha, serta ditindaklanjuti dengan forum diskusi konsultatif lintas kementerian/lembaga. Tahap penting dicapai dengan pelaksanaan diseminasi laporan akhir pada 28 Agustus 2025.
“Hari ini, 7 Oktober 2025, kita melaksanakan peluncuran MPPN dan mulai 2026 dokumen ini akan masuk ke dalam tahap implementasi dan tindak lanjut. Harapannya, ini akan menjadi pedoman strategis untuk mendorong produktivitas sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ucap Eka.
Staf Ahli Menteri PPN Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian PPN/Bappenas, Pungkas Bahjuri Ali, menyampaikan konteks dan ringkasan abstrak mengenai MPPN. Ia mengatakan, Indonesia sebagai salah satu ekonomi besar dunia telah mampu menjaga pertumbuhan sekitar lima persen selama hampir dua dekade.
Dengan populasi besar, sumber daya alam melimpah, dan dominasi usia produktif, lanjut Pungkas, Indonesia menargetkan menjadi negara maju pada 2045 melalui visi Indonesia Emas yang memerlukan pertumbuhan progresif sekitar tujuh hingga delapan persen per tahun. Meskipun pertumbuhan ekonomi relatif stabil, Pungkas menyebut terdapat sejumlah “pintu yang belum terbuka”, yakni total produktivitas.
“Selama ini pertumbuhan lebih banyak bertumpu pada akumulasi tenaga kerja dan modal, sementara produktivitas atau total productivity belum menjadi pendorong utama,” ujar Pungkas.
Dalam satu dekade terakhir, rata-rata pertumbuhan produktivitas Indonesia hanya mencapai 2,6 persen, terendah di antara negara-negara besar di ASEAN. Rendahnya produktivitas ini berakar pada kendala struktural, kesenjangan antarwilayah, keterbatasan akses pembiayaan, adaptasi teknologi yang lambat, hingga lemahnya keterhubungan antara riset, industri, dan pendidikan.
“Ketimpangan ini tampak jelas di tingkat provinsi. Di beberapa daerah, arus investasi besar tidak otomatis menghasilkan pertumbuhan, sedangkan di wilayah lain justru produktivitas menopang perekonomian,” lanjutnya.
Struktur sektoral juga mengalami pergeseran. Manufaktur yang dahulu menjadi motor industrialisasi kini melemah, sementara sektor jasa tumbuh pesat namun masih terkonsentrasi pada kegiatan bernilai tambah rendah.
“Kondisi ini ditambah dengan ketertinggalan usaha kecil yang membuat kesenjangan produktivitas antarwilayah dan antarsektor tetap melebar,” kata Pungkas.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Kementerian PPN/Bappenas bersama APO menyusun MPPN 2025–2029. Dokumen ini merumuskan strategi TFP-led Growth atau pembangunan menuju pertumbuhan berbasis produktivitas yang menekankan pada inovasi, digitalisasi, peningkatan keterampilan, serta pembangunan infrastruktur fisik dan digital.
Pendekatan tersebut dijabarkan melalui serangkaian strategic thrust atau enabler yang memadukan analisis mendalam antara dinamika ekonomi dengan arah kebijakan menuju pertumbuhan delapan persen guna mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
“Keberhasilan transformasi produktivitas Indonesia memerlukan pergeseran paradigma dari hanya akumulasi modal dan tenaga kerja menjadi pertumbuhan yang juga berbasis produktivitas,” tutur Pungkas.
Ia menilai hal ini hanya dapat dicapai melalui investasi berkelanjutan pada teknologi, pendidikan, penelitian, infrastruktur, serta kolaborasi lintas lembaga. Dengan implementasi strategis dan konsistensi kebijakan, Pungkas berharap MPPN menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi delapan persen.