Pakar: Pemblokiran Rekening tak Aktif Tunjukkan Krisis Literasi Digital

19 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar ekonomi dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, mengkritik langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang melakukan pemblokiran terhadap sejumlah rekening dormant atau tidak aktif dalam jangka waktu tertentu. Menurutnya, tindakan tersebut mencerminkan kelemahan sistem perbankan di Indonesia.

“Itu merupakan cermin terang atas kelemahan sistem perbankan nasional. Tindakan drastis ini tidak terjadi dalam ruang hampa. Ini terjadi karena sistem pengelolaan rekening tidak memiliki mekanisme peringatan dini, tidak memiliki sistem konsolidasi data nasabah secara efektif, dan gagal membangun budaya literasi keuangan digital yang kuat di tengah masyarakat,” ujar Syafruddin dalam keterangannya, Kamis (31/7/2025).

Ia menilai perbankan seharusnya tidak membiarkan rekening pasif mengendap selama bertahun-tahun tanpa upaya proaktif untuk menghubungi pemiliknya atau menutupnya secara administratif. “Ketika rekening-rekening pasif tersebut akhirnya dimanfaatkan sebagai 'wadah parkir' transaksi ilegal seperti judi online, pencucian uang, hingga peredaran dana narkotika, maka tanggung jawab bukan semata pada pemilik rekening atau pelaku kejahatan, tetapi juga pada lemahnya kontrol sistemik dari institusi keuangan,” tegasnya.

Menurut Syafruddin, meski PPATK bertindak cepat, tindakan tersebut bersifat reaktif. Ia menyebut, pembekuan tersebut semestinya tidak perlu terjadi apabila perbankan memiliki sistem analitik transaksional yang canggih dan sistem data nasabah yang terintegrasi secara nasional.

Syafruddin menuturkan, kebijakan pembekuan rekening dorman telah menimbulkan kekhawatiran. Namun, negara sebenarnya bisa meminimalkan risiko sosial dengan cara yang adil dan transparan. “Pemerintah harus hadir sebagai pelindung, bukan sekadar pemblokir,” ujarnya.

Ia menyebut bahwa setiap warga negara berhak atas uangnya, termasuk dalam rekening yang lama tidak digunakan. Oleh karena itu, mekanisme pengaduan dan reaktivasi harus sederhana, cepat, dan terjangkau. “Bank wajib mengirim notifikasi dan membuka ruang klarifikasi sebelum eksekusi pembekuan. Sosialisasi yang masif perlu dilakukan untuk menghindari disinformasi,” ujarnya.

Ketegasan kebijakan akan bermanfaat jika dibarengi dengan empati terhadap kondisi masyarakat. Syafruddin menegaskan negara tidak boleh menyulitkan pemilik rekening yang sah. “Justru dengan memberikan layanan pemulihan yang profesional, publik akan melihat bahwa sistem perbankan Indonesia memiliki integritas dan kepedulian. Risiko distrust bisa diubah menjadi peluang edukasi publik, sehingga kesadaran kolektif terhadap pentingnya pengelolaan rekening meningkat secara signifikan,” jelasnya.

Read Entire Article
Food |