Tanjung Verde di Ambang Sejarah, Selangkah Lagi Menuju Piala Dunia Lewat Jalur Pemain Diaspora

4 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Dua puluh tahun lalu, keberhasilan Tanjung Verde mencapai ambang Piala Dunia mungkin terdengar mustahil. Kini, negara kepulauan kecil di barat Afrika itu hanya membutuhkan satu kemenangan lagi untuk memastikan tiket ke ajang paling bergengsi di dunia sepak bola.

“Kepulauan ini akan menjadi negara terkecil kedua setelah Islandia yang bermain di Piala Dunia jika kami menang dalam dua laga terakhir,” ujar seorang pejabat federasi sepak bola Tanjung Verde dilansir Reuters, Senin (7/10/2025).

Dengan populasi sekitar 600 ribu jiwa, Tanjung Verde akan menghadapi dua laga penting dalam kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Afrika. Mereka dijadwalkan bertandang ke Libya pada Rabu (8/10/2025), kemudian menjamu Eswatini pada Senin depan untuk memastikan posisi puncak Grup D. Hasil itu akan mengamankan tiket otomatis dan mengungguli Kamerun, tim unggulan grup tersebut.

Kesempatan besar ini melanjutkan tren positif Tanjung Verde dalam satu dekade terakhir. Negara ini sempat mencapai tahap akhir kualifikasi Piala Dunia 2014, tetapi kehilangan peluang ke babak playoff karena kesalahan administratif saat menurunkan pemain yang terkena sanksi. Pada debut mereka di Piala Afrika 2013, tim ini berhasil melaju hingga perempat final, capaian yang diulang pada edisi terakhir di Pantai Gading sebelum tersingkir lewat adu penalti.

Dua dekade lalu, situasi sangat berbeda. Sejak bergabung dengan FIFA pada 1986 hingga awal 1990-an, Tanjung Verde rata-rata hanya memainkan dua pertandingan internasional setiap tahun dan sempat berada di peringkat ke-182 dunia. Namun perubahan besar dimulai saat federasi mereka menerapkan strategi baru untuk mencari pemain dari komunitas diaspora di seluruh dunia.

Agen berbasis di Amerika Serikat, Tony Araujo, menjelaskan bahwa federasi secara aktif mencari pemain keturunan Tanjung Verde yang bermain di Eropa. Ia menyebut proses pencarian dan rekrutmen global mulai membuahkan hasil besar pada 2013, ketika tim itu untuk pertama kalinya lolos ke putaran final Piala Afrika. Strategi ini kemudian menjadi fondasi utama kebangkitan sepak bola Tanjung Verde hingga kini.

Sumber daya alam yang terbatas dan kondisi alam yang gersang sejak masa kolonial Portugis membuat banyak warga kepulauan itu bermigrasi. Sebagian besar menetap di Portugal, Amerika Serikat bagian timur, dan Belanda. Kini, diaspora inilah yang justru menjadi kekuatan besar tim nasional.

Skuad yang disiapkan untuk laga kualifikasi pekan ini mencerminkan keberagaman tersebut. Enam pemain kelahiran Belanda memperkuat tim bersama sejumlah pemain asal Portugal, Prancis, dan Irlandia. Salah satu di antaranya adalah Roberto “Pico” Lopes, bek tengah Shamrock Rovers, yang kisah bergabungnya dengan tim nasional berlangsung unik.

“Saya mendapat pesan dari pelatih Rui Aguas di LinkedIn, tapi karena ditulis dalam bahasa Portugis, saya kira itu spam,” kenang Lopes sambil tertawa. “Beberapa bulan kemudian saya baru sadar itu ajakan untuk bergabung ke tim nasional Tanjung Verde, dan saya langsung setuju seratus persen.”

Araujo mengatakan, pada masa lalu sulit meyakinkan pemain keturunan Tanjung Verde untuk memperkuat negara leluhurnya. Namun, keberhasilan beberapa tahun terakhir telah mengubah pandangan banyak pemain Eropa. Ia menilai gelombang kesuksesan tim nasional kini justru menjadi magnet bagi talenta diaspora untuk menunjukkan kemampuan di level internasional.

Tanjung Verde kini berada di titik paling bersejarah dalam perjalanan sepak bolanya. Kemenangan atas Kamerun bulan lalu sudah memicu perayaan besar di seluruh kepulauan, dan suasana itu diyakini akan terulang jika mereka berhasil memastikan tiket ke Piala Dunia.

“Kemenangan di Tripoli mungkin akan sulit, tapi kami tahu peluang di kandang melawan Eswatini sangat besar. Kami semua siap menciptakan sejarah bagi negara kami,” kata Araujo optimistis. (Fitriyanto)

Tagging: tanjung verde, piala dunia 2026, afrika, kualifikasi piala dunia, diaspora, sepak bola afrika, roberto lopes, tony araujo

Read Entire Article
Food |