Barang bukti kasus kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri Arya Daru Pangayunan ditunjukan saat konferensi pers di gedung Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (29/7/2025). Dalam konferensi tersebut, Dirreskrimsus Polda Metro Jaya meyimpulkan dalam kasus kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri Arya Daru Pangayunan tersebut meninggal tanpa ada keterlibatan orang lain.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aparat kepolisian menyimpulkan tidak ada peristiwa pidana dalam kasus kematian diplomat Arya Daru Pangayunan atau ADP (39 tahun). Namun, polisi juga enggan menyebut penyebab kematian Arya adalah karena bunuh diri.
Meski begitu, hasil penyelidikan menunjukkan bahwa Arya memiliki riwayat mengakses layanan kesehatan mental secara daring pada 2013 dan 2021. Dalam ceritanya ke layanan tersebut, Arya memiliki keinginan untuk melakukan bunuh diri.
"Kami jelaskan bahwa yang kami lakukan dengan beberapa pencarian terkait bunuh diri, itu kami temukan di akun (email) yahoo-nya yang dikirim dari tahun 2013 sebanyak 11 segmen, di tahun 2021 itu 9 segmen," kata ahli digital forensik Ditressiber Polda Metro Jaya Ipda Purwanto, saat konferensi pers, Selasa (29/7/2025).
Ia menyebutkan, cerita itu dikirimkan Arya ke salah satu badan yang menyediakan layanan dukungan emosional bagi orang yang mengalami perasaan tertekan dan putus asa, termasuk yang dapat menimbulkan keinginan bunuh diri.
Saji mengakui, pihaknya tidak menemukan adanya keinginan Arya untuk mengakhiri hidupnya dengan membungkus kepala dengan plastik atau melilitkannya menggunakan lakban. Namun, keinginan bunuh diri pernah diceritakan Arya ke layanan tersebut dalam email yang dikirim pada 2021.
"Pada intinya, dari sembilan segmen itu bahwa korban ini sedang bercerita kepada badan amal itu, ketika melihat gedung ini ingin mencari cara untuk loncat dari atas. Kemudian kalau melihat pantai ingin menenggelamkan diri. Kira-kira seperti itu," kata dia.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) Nathanael EJ Sumampouw menilai, aksi bunuh diri dengan melilitkan kepala menggunakan lakban bukanlah sebuah metode baru. Menurut dia, metode bunuh diri itu sudah pernah dilakukan, termasuk di Indonesia.
"Ini artinya pernah terjadi di Indonesia, pernah terjadi di luar negeri," kata dia.