Barghouti: Diminta Hamas dan Tokoh Yahudi, Ditolak Netanyahu

3 hours ago 4
Salah satu tokoh sentral Palestina, Marwan Barghouti. (ECFR)Salah satu tokoh sentral Palestina, Marwan Barghouti. (ECFR)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Tentara pendudukan penjajah zionis Israel mulai menerima tujuh sandera yang telah diserahkan pejuang Palestina Hamas, ke Palang Merah Internasional.

IDF melaporkan tujuh tahanan yang dibebaskan telah tiba di Israel. Sebelumnya Hamas telah menerbitkan 20 nama tahanan Israel yang akan dibebaskan, sebagai bagian tahap pertama perjanjian gencatan senjata dengan Israel dan pertukaran tahanan.

Adapun permintaan Hamas, menurut laporan yang dikutip media lokal Israel, salah satu yang disodorkan Hamas yaitu Marwan Barghouti, pemimpin senior Fatah yang kini masih di penjara Israel.

Ada pula Ahmed Sa’adat, ketua Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), organisasi nasionalis Palestina Marxis-Leninis. Barghouti dan Sa’adat dihukum seumur hidup.

Mereka dituduh terlibat sejumlah serangan yang menewaskan warga Israel.

Selain dua nama besar itu, menurut laporan Wall Street Journal, Hamas juga meminta Israel menyerahkan jenazah pemimpin utama mereka, Yahya Sinwar dan Mohammad Sinwar.

Tetapi, Israel menolak pengembalian jenazah kakak-beradik itu. Israel mengklaim jenazah pemuka Hamas itu disimpan di tempat rahasia.

Permintaan Hamas untuk membebaskan Marwan Barghouti, menunjukkan mereka tidak berjuang untuk kelompoknya sendiri, melainkan untuk kemerdekaan Palestina secara keseluruhan.

Namun pembebasan pemimpin Fatah yang populer dan berpotensi menjadi sosok penyatu Palestina, Marwan Barghouti, ditolak Israel.

Israel juga menolak membebaskan tahanan tokoh sentral Palestina lain yang sejak lama diminta Hamas. Meski begitu, masih belum jelas apakah daftar ratusan tahanan yang dirilis di situs resmi pemerintah Israel sudah final atau belum.

Pejabat senior Hamas, Mousa Abu Marzouk, mengatakan pihaknya bersikeras membebaskan Barghouti dan tokoh-tokoh penting lainnya, dan tengah berdiskusi dengan para mediator.

Dilansir AP, Israel menilai Barghouti sebagai pemimpin teroris. Ia menjalani sejumlah hukuman seumur hidup usai didakwa beberapa tuduhan.

Bahkan sejumlah pakar mengungkap penolakan Israel lantaran takut Barghouti menjadi tokoh pemersatu dan bisa menjadi kekuatan baru bagi Palestina. Apalagi rakyat Palestina menilai Barghouti sebagai sosok Nelson Mandela ala Palestina.

Israel hanya akan membebaskan sosok lainnya. Kecuali Barghouti dan dua jenazah Yahya Sinwar dan Mohammad Sinwar.

Sebagian besar daftar tahanan Israel anggota Hamas dan Fatah yang ditahan sejak tahun 2000-an. Salah satu tahanan yang akan dibebaskan Iyad Abu al-Rub, komandan Jihad Islam yang dipenjara karena dituduh mendalangi bom bunuh diri pada 2003-2005.

Adapun tahanan paling lama ditahan yang akan dibebaskan Samir Abu Naama (64), anggota Fatah yang ditangkap di Tepi Barat sejak tahun 1986 dan didakwa atas tuduhan menanam bahan peledak. Sedangkan tahanan termuda Mohammed Abu Qatish (16) ditahan 2022, didakwa karena percobaan penusukan.

Permintaan pembebasan Barghouti, tak hanya datang dari Hamas dan faksi-faksi Palestina lain. Melainkan datang pula dari tokoh Yahudi.

Siapa Barghouti?

Melansir laman European Council on Foreign Relations (ECFR), Marwan Barghouti, lahir di desa Kobar, Tepi Barat, tahun 1962. Ia dikenal sebagai tokoh politik terkemuka dan populer yang berafiliasi dengan Fatah. Saat ini tengah menjalani lima hukuman seumur hidup di penjara Israel.

Barghouti juga termasuk anggota Komite Sentral Fatah dan Dewan Legislatif Palestina (PLC). Ia kerap digambarkan oleh rakyat Palestina sebagai Mandela Palestina.

Bahkan, dipandang sebagai salah satu kandidat terkuat menggantikan Mahmoud Abbas dan diperkirakan akan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden untuk menempati posisi tertinggi di Palestina.

Bersama Nasser Kidwa, ia pernah memimpin daftar "Kebebasan" menjelang pemilihan legislatif beberapa tahun silam. Tapi kedua pemilihan akhirnya dibatalkan Abbas.

Menjelang Intifada Pertama, Barghouti telah menjadi pemimpin mahasiswa di Universitas Bir Zeit yang terlibat dalam protes rakyat.

Tahun 1984, Barghouthi menikahi seorang teman kuliahnya, Fadwa Ibrahim, advokat terkemuka untuk tahanan Palestina, yang kemudian menjadi juru kampanye utama untuk pembebasan suaminya selama ia dipenjara. Pasangan itu memiliki seorang putri dan tiga putra.

Ia dideportasi Israel ke Yordania pada Mei 1987 dan baru diizinkan kembali ke Tepi Barat tahun 1993 sebagai bagian dari Perjanjian Oslo.

Tahun berikutnya, 1994, ia menjadi sekretaris jenderal Fatah di Tepi Barat. Selama Intifada Kedua, ia diduga mengarahkan serangan militer terhadap target-target Israel.

Israel menuduhnya telah membentuk Brigade Martir al-Aqsa (AMB) pada saat itu.

Barghouti ditangkap dan dijatuhi hukuman lima hukuman seumur hidup berturut-turut oleh pengadilan militer Israel pada 2002 karena mendalangi serangan terhadap warga Israel. Ia pun akhirnya dijatuhi hukuman lima hukuman seumur hidup sejak 2004.

Meski dipenjara, Barghouti tetap aktif dalam gerakan tahanan dan telah menerbitkan berbagai artikel dari penjara untuk berkomunikasi dengan dunia luar.

Selama di penjara, ia membantu menyusun Dokumen Konsiliasi Nasional Narapidana tahun 2006 — yang ia tandatangani bersama Abdulkhaleq al-Natsheh (Hamas), Bassam Sa'adi (PIJ), Abdel Rahim Mallouh (PFLP ), dan Mustafa Badarneh ( DFLP ).

Di tahun 2017, ia memimpin aksi mogok makan besar-besaran untuk menuntut perbaikan hak dan kondisi para narapidana.

Lobi-lobi Tokoh Yahudi

Pemimpin komunitas Yahudi Amerika secara senyap melobi pembebasan Barghouti. Pembebasan itu bagian dari kesepakatan pelepasan sandera yang diperkirakan dimulai Senin. Begitu menurut tiga sumber yang mengetahui masalah tersebut kepada The Times of Israel.

Menurut Times, sebagai bagian upayanya, Presiden Kongres Yahudi Dunia, Ronald Lauder, menawarkan diri pergi ke Sharm el-Sheikh, Mesir, tempat negosiasi perjanjian sedang diselesaikan pekan lalu.

"Mereka mengajukan permohonan agar Barghouti dimasukkan dalam daftar 250 tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup di penjara-penjara Israel agar dibebaskan dengan imbalan 48 sandera lain yang ditahan di Gaza," ujar pejabat senior Arab, pejabat Israel, dan sumber ketiga yang mengetahui masalah terkait, dilansir Republika, Senin.

Sumber ketiga memastikan, ide itu ditolak kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Ada penolakan atas pembebasan Barghouti, di antara para menteri kabinet Israel yang menandatangani kesepakatan.

Keputusan Lauder untuk membela Barghouti sangat penting mengingat ia pewaris perusahaan kosmetik Estée Lauder dan pimpinan sebuah organisasi Yahudi arus utama.

Mantan kepala Shin Bet, Ami Ayalon, mengatakan kepada surat kabar Haaretz awal tahun ini bahwa Israel harus membebaskan Barghouti sebagai bagian kesepakatan pembebasan sandera untuk mengakhiri perang Gaza.

Bukan tanpa alasan, mengingat Barghouti satu-satunya pemimpin Palestina yang dapat dipilih dan memimpin kepemimpinan Palestina. Dalam upaya pembebasan Barghouti, Lauder mengusulkan agar tokoh Palestina itu diasingkan dari tanah kelahirannya terlebih dulu.

"Mantan pemimpin Tanzim, faksi bersenjata Fatah, menyetujui gagasan tersebut, seolah-olah berharap dapat melanjutkan aktivismenya dari luar negeri," kata pejabat Israel tersebut.

Lauder juga mengusulkan agar pembebasan Barghouti dipisahkan dari pertukaran sandera-tahanan. Tijiannya agar Israel membingkainya sebagai isyarat kepada Arab Saudi atau negara Arab lain yang juga mendorong pembebasannya.

Namun, upaya itu tidak berhasil. Sebab, penolakan keras Netanyahu untuk membebaskan Barghouti.

Netanyahu Tetap Menolak Pembebasan Barghouti

Laman Jewishvirtuallibrary, menuding Marwan Barghouti sebagai teroris Palestina yang saat ini dipenjara karena membunuh warga Israel. Jajak pendapat secara konsisten menunjukkan ia termasuk tokoh Palestina yang paling populer dan akan memenangkan pemilihan presiden Otoritas Palestina (PA).

Barghouti dibesarkan dari keluarga Palestina terkemuka yang berkelindan dengan beberapa tokoh politik penting, termasuk sepupu jauhnya, Mustafa Barghouti.

Pada usia 15 tahun, ia telah bergabung dengan Fatah dan mendirikan Gerakan Pemuda, dan akibatnya ditangkap Israel tiga tahun kemudian.

Selama empat tahun pemenjaraan pertamanya, Barghouti menyelesaikan pendidikan menengahnya dan memperoleh kefasihan dalam bahasa Ibrani.

Tahun 1983, Barghouti mendaftar di Universitas Birzeit dan memperoleh gelar BA dalam Sejarah dan Ilmu Politik tahun 1994, lalu memperoleh gelar MA dalam Hubungan Internasional tahun 1998.

Barghouti sang pemimpin senior Fatah di Tepi Barat, sering muncul dalam tiap demonstrasi, acara pemakaman, dan di media-media Arab.

Ia tercatat sebagai pemimpin lapangan selama Intifada pertama 1987, setelah itu Israel mendeportasinya ke Yordania. Barghouti tinggal di sana selama tujuh tahun sampai kembali berdasar ketentuan Perjanjian Oslo pada tahun 1994.

Selama Intifada Kedua, Barghouti menjadi semakin populer sebagai pemimpin cabang bersenjata Fatah, Tanzim. Israel meminta agar PA mengekstradisi Barghouti dan diinterogasi terkait beberapa penembakan di Tepi Barat, tetapi PA menolak.

Tahun 2002, Israel menangkapnya dan mengadilinya atas keterlibatannya dalam serangan teroris terhadap warga Israel. Pada tanggal 20 Mei 2004, Pengadilan Distrik Tel Aviv menghukum Barghouti atas tiga serangan teror.

Ia sempat dibebaskan dari 33 pembunuhan lainnya yang didakwakan kepadanya karena kurangnya bukti. Tapi 6 Juni 2004, Barghouti dijatuhi hukuman lima hukuman seumur hidup berturut-turut dan 40 tahun.

Pengadilan menyatakan dalam putusannya bahwa Barghouti bertanggung jawab atas penyediaan dana dan senjata kepada unit-unit lapangan. Para hakim mengatakan serangan-serangan itu terkadang didasarkan pada instruksi dari Yasser Arafat.

Dalam negosiasi pertukaran tahanan Palestina dengan tentara Israel yang ditangkap Gilad Shalit pada Oktober 2014, Hamas bersikeras memasukkan Barghouti dalam kesepakatan dengan Israel; namun Israel tidak mau mengabulkan permintaan itu.

Pada November 2014, Barghouti mendesak PA segera mengakhiri kerja sama keamanan dengan Israel dan menyerukan Intifada Ketiga melawan Israel.

Barghouti tetap populer di kalangan warga Palestina. Sebuah jajak pendapat yang dilakukan antara 26 Mei dan 1 Juni 2024, di antara masyarakat Palestina, sebelum pembunuhan Ismail Haniyeh, menunjukkan bahwa dukungan untuk Marwan Barghouti terus meningkat.

Pada 9 Agustus 2024, muncul laporan bahwa selama negosiasi gencatan senjata dalam perang Israel-Hamas, Hamas kembali menuntut pembebasan Barghouti sebagai bagian dari pertukaran sandera.

Para mediator, termasuk AS, mendukung tuntutan ini. AS mendukung gagasan “otoritas baru” atas Tepi Barat dan Gaza, yang selaras peran potensial Barghouti di wilayah tersebut.

Pada Oktober 2025, Hamas kembali memasukan Barghouti sebagai tahanan yang diminta untuk dibebaskan. Tetapi, lagi-lagi, Netanyahu tetap menolak membebaskannya.

Rudi Agung

Read Entire Article
Food |