REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV --Presiden Amerika Serikat Donald Trump membahas ketegangan antara Teheran dan Washington. Dalam pidatonya, Trump menawarkan perdamaian untuk kedua negara tersebut.
“Kami siap kapan pun kalian siap. Itu akan menjadi keputusan terbaik yang pernah dibuat Iran. Hal itu akan terjadi,” kata Trump tentang kemungkinan kesepakatan dengan Teheran dikutip dari Aljazirah.
“Tangan persahabatan dan kerja sama terbuka. Saya katakan, mereka (Iran) ingin membuat kesepakatan. Akan sangat baik jika kita melakukannya,” tambahnya.
Namun, pemerintahan Trump tetap bersikap keras terhadap Iran. Para analis menilai jalan menuju hubungan yang lebih baik antara kedua negara masih memiliki hambatan.
Trita Parsi, wakil presiden eksekutif Quincy Institute for Responsible Statecraft, mengatakan bahwa serangan Israel dan AS yang terjadi ketika negosiasi nuklir antara Washington dan Teheran sedang berlangsung, telah melemahkan dukungan terhadap jalur diplomasi di Iran.
“Ada anggapan bahwa AS menggunakan diplomasi untuk membuat Iran lengah dalam rasa aman yang palsu,” ujar Parsi.
Iran Terbuka untuk Kesepakatan
Iran tidak sepenuhnya menutup pintu terhadap diplomasi untuk mencapai kesepakatan. Salah satu menterinya mengatakan akan mempertimbangkan usulan AS yang adil.
“Jika kami menerima usulan dari pihak Amerika yang masuk akal, seimbang, dan adil untuk melakukan negosiasi, tentu kami akan mempertimbangkannya,” kata Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dalam wawancara televisi pada Sabtu.
Iran telah menolak undangan Mesir untuk menghadiri KTT perang Gaza di Sharm el-Sheikh pada Senin, dengan alasan serangan dan sanksi AS.
Pembicaraan soal program nuklir Iran belum berlanjut sejak pemerintahan Trump menggempur fasilitas nuklir negara itu. Pada masa jabatan pertamanya pada 2018, AS sempat menarik diri dari kesepakatan sebelumnya yang membatasi program nuklir Iran.
Kini, Washington bersikeras bahwa setiap perjanjian baru harus mencakup larangan total terhadap pengayaan uranium oleh Iran.
Tuntutan itu lebih berat dibanding kesepakatan awal yang dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), yang sebelumnya hanya membatasi pengayaan uranium Iran di bawah pengawasan ketat internasional.
Iran menilai tuntutan baru itu sebagai bentuk penolakan terhadap hak kedaulatannya. Teheran menekankan bahwa Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT) tidak melarang pengayaan uranium.
Masalah soal pengayaan uranium kini menjadi hambatan utama dalam negosiasi.
Parsi mengatakan bahwa Trump sebenarnya menginginkan Iran untuk menyerah.
“Iran sebenarnya terbuka untuk kesepakatan. Namun, terlepas dari nada positif dan kata-kata manis Trump, yang ia inginkan sebenarnya adalah agar Iran menyerah,” kata Parsi kepada Aljazirah.
Ia menambahkan bahwa sikap keras terhadap larangan total pengayaan uranium akan membuat kesepakatan mustahil tercapai. “Selama ia tetap bersikeras pada pengayaan nol, saya rasa kesepakatan tidak akan tercapai,” ujarnya.
Perang antara Israel dan Iran melibatkan pembunuhan tokoh militer serta ilmuwan nuklir sipil oleh Israel. Serangan udara yang menewaskan ratusan orang itu juga membuat banyak pihak semakin ragu terhadap kemungkinan tercapainya kesepakatan jangka panjang dengan AS.
Dalam pidatonya di Knesset pada Senin, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji keputusan AS untuk membom Iran selama perang. Ia menyebut keputusan tersebut sebagai sebuah keajaiban Alkitabiah.
: