Dan Pulang adalah Obat

3 hours ago 2

Image Agung Han

Curhat | 2025-09-18 20:56:23

illustrai- dokpri

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman

Tinggalkan negerimu dan merantaulah

Kau akan dapat pengganti dari kerabat dan kawan

-----

Singa jika tak tinggalkan sarang, tak akan dapat mangsa

Anak panah jika tidak tinggalkan busur

Tak akan kena sasaran.

Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam

Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang

(Imam Syafii ; 767 - 820 M)

Dari kegemaran membaca, saya menemukan syair indah karya Imam Syafii. Meskipun jujur, keputusan merantau lebih dari tigapuluh lalu, sebelum saya membaca imam besar ini. Selama di tanah perantauan pula, pengalaman pahit getir dan manis saya mulai rasakan.

Tradisi di kampung saya, setelah lulus Sekolah Menengah Atas para pemuda pemudi angkat kaki. Seolah ada tuntutan, menentukan langkah untuk menuju masa depan.

Kemudian ada yang meneruskan kuliah, sebagian besar kampus di ibukota provinsi. Ada sebagian yang bekerja, dan peluang itu terbuka lebar di kota besar. Setelah lulus kuliah, ada yang balik dan kebanyakan menetap di kota.

Saya termasuk yang menetap, karena menikah dan beranak pinak di tanah rantau. Dan setiap pulang, banyak wajah-wajah asing berseliweran. Apalagi teman semasa SD, SMP atau SMA, sudah menyebar entah kemana. Yang tinggal adalah orang yang sudah sepuh, atau anak-anak jauh di bawah saya.

Dunia rantau bagi saya, telah memproses diri ini. Kepahitan berseling manisnya hidup, membentuk karakter agar tangguh. Tak mudah kecewa pun jumawa, hakikatnya kejadian datang silih berganti.

Saat kelelahan melanda, setelah jatuh tersungkur. Maka, dan pulang adalah obat.

Dan Pulang adalah Obat

ibu dan ibunya- dokpri

Pada ibu di kampung, komunikasi saya tak putus. Saya rutin menghubungi perempuan sepuh, sekedar menanyakan kabar. Pada ibul saya berbakti, seperti dawuh kanjeng Nabi Muhammad SAW. Yang wajib dihormati adalah ibumu, ibumu, ibumu baru ayahmu.

Saya menghormati ibu semampunya, baik dengan sikap maupun ucap. Meski sedikit, saya usahakan mengirimi ibu. Suara parau berterima kasih, menghadirkan suasana melankoli. Doa ibu adalah senjata ampuh, menghadapi onak duri dan segala macam tantangan.

Suatu hari saat ditelepon, suara ibu tak menyahut. Melainkan kakak ipar, mengabarkan ibu diopname. "Aku Harus Pulang", tekad ini membulat. Tiba-tiba ada yang hilang, setelah seminggu saya tak bisa berbincang. Doa demi doa saya panjatkan, demi kesembuhan ibunda.

"Pulang, siapa tahu bisa jadi tombo" nasehat kakak ipar

Pagi belum terlalu sempurna, bus antar kota mengantar saya sampai di terminal dekat kampung. Kakak mbarep menjemput, kami langsung ke Rumah Sakit.

Ah perempuan sepuh itu, wajahnya mulai segar. Begitu tahu anak ragilnya mendekat, butiran air bening keluar dari sudut matanya."Le kowe teko" kalimatnya lemah

Saya pijiti tangan dan kakinya, membisikkan apapun terlintas di benak. Memandangi wajah keriput, mengusap kening dan rambutnya yang sudah memutih. Obrolan dari hati ke hati, sembari bercerita apapun tentang menantu dan cucu.

Satau malam menginap di Rumah Sakit, jari ketiga saya pamit. Ibu paham keadaan, sepanjang perjalanan wajah ibu lekat di mata. Sampai sambungan telepon kakak ipar masuk, mengabarkan ibu boleh pulang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Food |