Ini Dia Untung Rugi Tarif 19 Persen Ekspor ke AS

14 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom menilai kesepakatan dagang Indonesia–Amerika Serikat yang diklaim Donald Trump membawa dampak ganda bagi perekonomian nasional. Di satu sisi, tarif ekspor Indonesia ke AS memang turun dari 32 persen menjadi 19 persen. Namun, di sisi lain, produk AS justru masuk ke Indonesia tanpa beban tarif dan dibarengi komitmen pembelian besar-besaran oleh pemerintah.

Ekonom Piter Abdullah menilai kesepakatan ini mencerminkan kemampuan diplomasi ekonomi Indonesia, meski belum ideal. "Kesepakatan Indonesia–Amerika patut diapresiasi karena mengindikasikan kekuatan bargaining pemerintahan Prabowo. Kesepakatan ini diharapkan memunculkan sentimen positif di kalangan pelaku ekonomi di Indonesia," kata Piter kepada Republika, Rabu (16/7/2025).

Ia menyebut struktur kesepakatan cukup seimbang karena produk impor AS yang masuk merupakan barang yang memang sudah dibutuhkan Indonesia. "Indonesia akan meningkatkan impor untuk barang-barang yang memang sudah kita perhitungkan sesuai kebutuhan. Impor Boeing, misalnya, sejalan dengan upaya kita untuk kembali memperkuat Garuda," ujar dia.

Namun, Piter juga mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan ekspor. "Sementara di sisi lain kita bisa mempertahankan ekspor kita ke Amerika. Perlu dicatat, tidak mudah untuk membuka pasar ekspor baru," ujarnya.

Dikonfirmasi terpisah, Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menilai struktur tarif ini tetap menimbulkan tekanan terhadap ekspor Indonesia. "Tarif 19 persen memang lebih rendah dibandingkan tarif sebelumnya sebesar 32 persen, sehingga secara relatif mengurangi tekanan terhadap ekspor Indonesia. Namun, dibandingkan dengan kondisi normal pra-perang dagang, kenaikan tarif ini tetap memberikan dampak negatif terhadap ekspor Indonesia secara keseluruhan," kata Josua.

Menurutnya, sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan agrikultur menjadi yang paling terdampak. "Potensi penurunan pendapatan eksportir domestik cukup besar, terutama pada sektor-sektor yang bergantung besar pada pasar AS," ujarnya kepada Republika.

Lebih lanjut, Josua menilai struktur kesepakatan tersebut tidak lazim dan berisiko menciptakan ketimpangan. "Dalam kondisi ideal, perjanjian dagang biasanya mencerminkan kesetaraan dan mutualisme, bukan skenario satu pihak mendapatkan akses pasar yang lebih baik secara signifikan dibandingkan pihak lainnya," tegasnya.

Ia menambahkan, jika ekspor Indonesia tetap tertahan sementara impor produk AS meningkat, maka surplus perdagangan dengan AS bisa berubah menjadi defisit. "Jika impor yang meningkat ini didominasi barang konsumsi dan bukan barang modal produktif, maka defisit transaksi berjalan berpotensi semakin melebar, menciptakan tekanan baru pada kestabilan makroekonomi Indonesia," ujar Josua.

Trump sebelumnya mengklaim Indonesia telah sepakat membeli produk AS senilai hampir 20 miliar dolar AS. Namun, menurut Josua, angka ini lebih menyerupai kewajiban sepihak daripada kesepakatan dagang biasa.

"Angka spesifik dan besar yang disebutkan secara eksplisit oleh Trump menunjukkan Indonesia kemungkinan telah mengambil langkah konsesi yang cukup besar untuk menjaga hubungan politik dan diplomatik dengan AS," katanya.

Piter menambahkan, produk AS yang dibeli bukanlah jenis barang baru. "Yang kita impor adalah barang-barang yang memang selama ini kita impor dari berbagai negara. Jadi menurut saya tidak menjadi sumber tekanan baru bagi industri lokal di sektor pertanian dan energi," jelasnya.

Keduanya sepakat pemerintah perlu bersikap strategis dan tidak terjebak dalam skema jangka pendek. "Kesepakatan menurut saya memang tidak sempurna. Tapi ini adalah pilihan terbaik mempertimbangkan posisi tawar kita dengan Amerika," ujar Piter.

Josua juga menekankan pentingnya menjaga prinsip resiprokal dan tidak bergantung pada satu pasar. "Indonesia perlu memperlihatkan bahwa akses pasar ke Indonesia merupakan aset strategis, sehingga setiap konsesi yang diberikan harus memiliki timbal balik yang jelas, konkret, dan setara," ucap dia.

Read Entire Article
Food |