Ironi Sistem 'Rating' di Tangan Kapitalis

23 hours ago 3

Image Dias Paramita

Agama | 2025-08-30 17:33:33

Ilustrasi by https://id.pngtree.com/

Modernisasi membawa perubahan, salah satunya pada dunia hiburan perfilman. Tidak hanya dari segi produksi yang menggunakan teknologi CGI dan efek visualisasi, tetapi juga cara distribusi dan konsumsi melalui penyediaan layanan streaming. Berdasarkan laporan dari GoodStat, pada tahun 2024 Netflix menjadi platform hiburan terpopuler di dunia dengan jumlah pelanggan sebanyak 301,63 juta. Di Indonesia, platform streaming terpopuler adalah Vidio dengan jumlah pengguna sebesar 24,63 juta, berjenis kelamin perempuan, dan berada di rentang usia 18-34 tahun. Menurut survei IDN bertajuk “Indonesia Gen Z Report 2024”, gen Z berusia 11-22 tahun berjenis kelamin laki-laki lebih memilih genre action, sedangkan perempuan menyukai genre drama romance.

Di samping itu, eksistensi film dari negara gingseng dan Barat yang ramai ditonton masyarakat Indonesia menjadi salah satu pemantik oleh sebagian besar rumah produksi untuk menghasilkan karya serupa. Alhasil, kini beberapa film atau series Indonesia lebih berani menayangkan adegan seperti tayangan luar negeri, misalnya kissing dan adegan ranjang. Skena tersebut dapat memicu nafsu dan mungkin menjadi motivasi beberapa orang untuk turut melakukannya.

Eksploitasi Sistem Sekular

Film dan konten visual lainnya berkedok memberikan pesan moral, padahal beberapa adegan tidak senonoh justru menjadi highlight dan ditampilkan pada teaser untuk menarik penonton. Konten seperti itu disertai judul provokatif lebih mengundang rasa penasaran, diskusi, bahkan kontraversi yang dikemas dalam narasi ‘relatable’ agar emosi mudah tersampaikan. Ibaratnya, adegan tersebut dianggap sebagai bumbu penyedap yang melariskan industri hiburan sehingga mendapatkan keuntungan maksimal melalui trending dan algoritma viral. Mereka akan memproduksi part-part berkelanjutan atau konten serupa yang membuat candu, meracuni otak, dan semakin menjauhkan iman.

Filter rating juga tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Akses menonton sangat mudah, banyak aplikasi yang menawarkan diskon untuk berlangganan, sistem verifikasi lemah yang hanya mengandalkan pernyataan usia - itu pun dapat dimanipulasi, serta tidak ada regulasi yang mengatur dan mengawasi konten streaming karena lembaga sensor film hanya berkuasa atas TV lokal dan bioskop. Bagi kapitalis, filter rating memang hanya sebagai pengingat formalitas yang dapat dilangkahi dengan mudah.

Ideologi kapitalisme yang menganut sistem sekular (memisahkan agama dari kehidupan) tidak memperhatikan batasan, melainkan berorientasi pada prinsip kebebasan berperilaku dan berekspresi. Dalam hal ini, inovasi dan kreativitas menciptakan karya dijadikan sebagai tameng, sedangkan tanggung jawab menjaga aqidah masyarakat disisihkan untuk keuntungan dan popularitas.

Kapitalis juga abai terhadap dampak psikologis, sosial, dan moral dari karya yang dihasilkan. Bukan sekadar persoalan anak di bawah umur yang menonton adegan dewasa, melainkan masalah pembentukan nilai dan persepsi. Anak-anak dan remaja yang disuguhkan konten cinta semu dan hubungan intim tanpa ikatan pernikahan akan menganggap bahwa pacaran adalah kebutuhan psikologis utama dan menganggap seks bebas sebagai bentuk eksplorasi diri. Bahkan, banyak yang akhirnya mengalami trust issues, perasaan takut ditinggalkan, bahkan kecemasan sosial berlebih karena terlalu sering menyaksikan hubungan tidak realistis yang disuguhkan.

Peran Negara dalam Sistem Islam

1. Negara bertanggung jawab menjaga aqidah dan moral masyarakat

Dalam sistem Islam, negara berperan sebagai rain (penggembala) dan junnah (pelindung) aqidah umat. Oleh karena itu, negara akan melarang adanya segala bentuk karya yang merusak aqidah, membangkitkan nafsu, atau menormalisasi maksiat seperti film yang memuat unsur seksual dan eksploitasi tubuh.

2. Literasi dan pendidikan berdasarkan aqidah

Kesadaran dan pemahaman umat terhadap aqidah Islam akan dibangun sejak dini melalui pendidikan dengan kurikulum Islam, baik di lingkungan keluarga hingga masyarakat. Nilai haya (malu), saling menghormati, dan menjaga pandangan ditanamkan sejak anak-anak agar tidak mudah tergoda oleh tayangan yang merusak fitrah. Dengan demikian saat baligh mereka paham secara mutlak terkait interaksi dengan lawan jenis yang dibatasi tegas oleh syariat, bukan dibebaskan atas nama cinta atau ekspresi.

3. Menetapkan regulasi yang tegas

Kebijakan sensor media ditetapkan bukan dengan filter rating usia, melainkan hukum halal dan haram. Karya yang menampilkan aurat, pornografi, atau menggambarkan gaya hidup liberal akan diberikan sanksi karena media massa diarahkan untuk mendidik, bukan menghibur tanpa batas. Dengan begitu Islam membangun peradaban mulia, salah satunya melalui karya seni.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Food |