Menjejak Langkah di Negeri Tirai Bambu: Perjalanan Belajar ke China

3 hours ago 2

Image Ismail Suardi Wekke

Teknologi | 2025-09-19 12:34:14

Kunjungan Prabowo ke China (Photo Republika)

Pagi itu, mentari mulai menyelinap di balik awan. Aku duduk di depan laptop, memandangi layar kosong. Angin sejuk berembus dari jendela, membawa aroma tanah basah setelah hujan semalam.

Di kepalaku, sebuah ide besar menggelegak: menghadiri konferensi di China. Ide ini sudah lama hinggap, seperti kupu-kupu yang menari-nari, menunggu saat yang tepat untuk mengepakkan sayapnya.

Kenapa China? Dulu, China bagiku hanyalah cerita di buku sejarah atau film kolosal. Tembok Raksasa, Dinasti Qing, Kung Fu Panda... Semuanya tampak jauh, seperti mimpi yang tak terjangkau.

Namun, seiring berjalannya waktu, China mulai menampakkan wajahnya yang lain. Wajah yang modern, dinamis, dan penuh inovasi. China kini menjadi raksasa ekonomi dan teknologi, melahirkan perusahaan-perusahaan besar yang namanya mendunia.

Aku ingin melihat semua itu dengan mata kepalaku sendiri, dan cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan menjadi bagian dari mereka, meskipun hanya untuk sementara. Sekaligus memotret bagaimana China yang kini disebut “maju”.

Mencari Jalan dan Mengurus Visa

Memulai perjalanan ini tidak semudah membalik telapak tangan. Aku mulai mencari informasi, membuka berbagai website konferensi di China, dan membaca pengalaman orang-orang lain yang sudah lebih dulu menjejakkan kaki di sana.

Ada banyak pilihan, dari konferensi akademik hingga forum bisnis. Aku memilih untuk menghadiri sebuah konferensi di bidang teknologi, yang memang terkenal kompetitif.

Prosesnya? Perlu waktu, dan juga seru. Aku harus menyiapkan banyak dokumen, dan kali ini, tantangan terbesarnya adalah mengurus visa. Aku harus menyiapkan surat undangan dari penyelenggara konferensi, tiket pesawat pulang pergi, bukti akomodasi, dan rekening koran. Ya, visa! Aku memutuskan untuk mengajukan visa bisnis (M) karena tujuanku adalah untuk urusan profesional.

Proses pengurusannya tidak instan. Aku harus bolak-balik ke kantor visa, antri panjang, dan memastikan semua dokumen lengkap agar tidak ada yang terlewat. Jujur, ada momen di mana aku hampir menyerah, tapi tekadku sudah bulat.

Momen Tak Terduga dan Tiket ke Changsha

Setelah berminggu-minggu menunggu dengan cemas, aku mulai pasrah. Mungkin ini bukan jalanku. Sampai suatu siang, ketika notifikasi email masuk. Jantungku berdebar kencang. Dengan tangan gemetar, aku membukanya. Dan di sana, tertera sebuah kalimat yang mengubah segalanya: "Congratulations! Your visa application has been approved."

Aku mendapatkan visa untuk perjalanan ke Changsha. Air mataku tertahan. Bukan karena sedih, tapi karena rasa syukur yang meluap-luap. Mimpiku, yang tadinya hanya sebatas angan, kini menjadi kenyataan.

China: Setakat Destinasi?

Aku terbang ke Changsha dengan perasaan campur aduk. Gugup, antusias, dan sedikit takut. Kota ini menyambutku dengan langit kelabu dan suhu yang dingin. Tapi, di balik itu, ada energi yang luar biasa. Changsha adalah kota yang punya dua wajah: wajah kuno dengan sejarahnya yang megah dan wajah modern dengan gedung-gedung pencakar langitnya yang futuristik.

Menghadiri konferensi di sana adalah pengalaman akan menjadi ingatan yang khas. Pembahasannya menuntut, tapi juga membuka wawasan. Aku belajar tentang tren teknologi terbaru, berinteraksi dengan para ahli dari berbagai belahan dunia, berbagi cerita, dan bertukar sudut pandang.

Di luar jam konferensi, aku menjelajahi Changsha. Aku berjalan di gang-gang sempit di sekitar hutong, merasakan hiruk pikuk di stasiun kereta bawah tanah, dan menikmati jajanan kaki lima yang aneh tapi enak.

Perlahan, aku mulai bisa menikmati sudut-sudut China. Aku tidak lagi hanya menjadi turis, tapi menjadi bagian dari kehidupan di sana. Aku belajar tawar-menawar di pasar, memesan makanan dengan bahasa Mandarin seadanya, dan bahkan berani naik bus tanpa GPS.

Majukah China?

Pertanyaan "majukah China?" sering kali muncul dalam perbincangan, dan jawabannya jauh lebih kompleks dari sekadar "ya" atau "tidak". Selama di sana, aku melihat langsung bagaimana teknologi menjadi nadi kehidupan sehari-hari.

Pembayaran digital melalui WeChat Pay atau Alipay mendominasi, hampir tidak ada orang yang menggunakan uang tunai. Ini adalah bukti nyata betapa cepatnya inovasi diadopsi dan diintegrasikan ke dalam masyarakat. Infrastruktur mereka pun tak kalah mengesankan, dengan sistem kereta api cepat yang menghubungkan kota-kota besar dalam hitungan jam, menunjukkan efisiensi luar biasa.

Namun, kemajuan ini tidak lepas dari sisi lain yang menarik untuk diamati. Di balik gedung-gedung pencakar langit yang menjulang, China tetap mempertahankan tradisi dan budayanya yang kaya. Di Beijing, misalnya, sangat mudah menemukan kuil-kuil kuno yang berdampingan dengan pusat perbelanjaan modern. Perpaduan antara masa lalu dan masa kini ini menciptakan dinamika yang unik, di mana nilai-nilai lama tetap dihormati di tengah deru kemajuan.

Sektor pendidikan juga menjadi salah satu pilar utama kemajuan mereka. Pemerintah berinvestasi besar-besaran di bidang riset dan pengembangan, menarik talenta-talenta terbaik dari seluruh dunia. Universitas-universitas di China kini masuk dalam jajaran teratas dunia, menawarkan fasilitas canggih dan program studi yang relevan dengan perkembangan global. Kompetisi di dunia akademik sangat ketat, mendorong mahasiswa untuk terus belajar dan berinovasi.

Di sisi ekonomi, pertumbuhan China memang sangat pesat. Mereka tidak hanya fokus pada ekspor, tetapi juga mulai mengembangkan pasar domestik yang besar.

Perusahaan-perusahaan teknologi seperti Huawei, Alibaba, dan Tencent tidak hanya dominan di pasar lokal, tetapi juga menjadi pemain kunci di panggung global. Inovasi mereka dalam e-commerce, kecerdasan buatan, dan 5G adalah contoh nyata dari ambisi China untuk menjadi pemimpin teknologi dunia.

Kesimpulannya, kemajuan China adalah sebuah fenomena multidimensi. Ini bukan hanya tentang pertumbuhan ekonomi yang fantastis, tetapi juga tentang bagaimana mereka berhasil memadukan inovasi teknologi dengan kekayaan budaya, serta investasi besar dalam sumber daya manusia. China bergerak maju dengan kecepatan yang mengagumkan, dan berada di sana adalah kesempatan untuk menyaksikan langsung transformasi besar ini.

Penutup: Sampai Jumpa di Perjalanan Berikutnya

Waktu berjalan begitu cepat, dan masa konferensiku di China akan berakhir. Aku akan segera kembali ke Indonesia, membawa segudang cerita dan pengalaman. Perjalanan ke China bukan hanya tentang menghadiri acara profesional, tapi juga tentang proses pendewasaan.

Aku belajar untuk mandiri, beradaptasi dengan budaya yang berbeda, dan melihat dunia dari perspektif yang lebih luas. Bahkan melihat secara langsung, komunisme yang kadang menjadi hantu tersendiri di tanah air.

Apakah kamu juga punya mimpi untuk menghadiri acara profesional di luar negeri? Jangan ragu untuk mencobanya. Lupakan keraguan dan ketakutanmu. Sama seperti kupu-kupu yang harus melewati proses kepompong, kamu juga harus berani melangkah keluar dari zona nyamanmu. Percayalah, perjalanan ini akan mengubahmu menjadi pribadi yang lebih kuat dan berani. Siapa tahu, China bisa jadi destinasi petualanganmu selanjutnya!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Food |