Menyoal MBG untuk Membangun Generasi Unggul

4 hours ago 2

Siswa menyantap hidangan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Pejaten Barat 01 Pagi, Jakarta Selatan, Senin (29/9/2025). SDN Pejaten Barat 01 Pagi mengambil langkah antisipatif dengan melibatkan komite orang tua murid untuk mengawasi proses pendistribusian MBG dari dapur SPPG hingga mengecek kualitas makanan.

Oleh : Prof Asep Saepudin Jahar MA PhD, Rektor UIN Syarif Hidayatullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gagasan program Makan Bergizi Gratis (MBG) pemerintahan Prabowo didasari kepada realita masih adanya anak bangsa khususnya usia masa sekolah yang kekurangan nutrisi. Logikanya daya saing SDM ditentukan oleh manusia sehat yang mampu mengembangkan ilmu dan teknologi.

Berdasarkan data BPS 2024, 8,53 persen anak Indonesia mengalami ketidakcukupan gizi. Padahal, penelitian Institute of Nutrition of Central America and Panama (INCAP) pada 2020 menunjukkan bahwa anak-anak yang memperoleh gizi lebih baik pada masa awal kehidupannya memiliki kemampuan kognitif dan motorik yang lebih tinggi.

Anak-anak yang mendapatkan makanan bergizi akan tumbuh lebih sehat, mampu berkonsentrasi dengan baik, dan memiliki peluang lebih besar untuk berkembang secara optimal. Sebaliknya, anak-anak yang mengalami kekurangan gizi akan menghadapi hambatan dalam proses belajar dan perkembangan, yang pada akhirnya memengaruhi daya saing bangsa secara keseluruhan.

Program MBG hadir sebagai salah satu upaya untuk menjawab persoalan ini. Program ini bukan sekadar memberikan makanan di sekolah, melainkan sebuah langkah kebijakan publik yang berorientasi pada masa depan generasi. Program MBG perlu dipahami sebagai bagian dari perlindungan negara terhadap anak-anak, agar mereka dapat tumbuh dengan kondisi kesehatan yang baik dan siap menempuh pendidikan dengan optimal.

Sebagaimana dicatat dalam analisis ISEAS–Yusof Ishak Institute pada 2024, manfaat program ini tidak hanya mengurangi malnutrisi dan stunting, tetapi juga meningkatkan kemampuan fokus serta retensi sekolah, terutama bagi siswa dari keluarga kurang mampu.

Dalam sistem ekonomi Pancasila khususnya keadilan sosial, negara berkewajiban menjamin akses seluruh warga terhadap kebutuhan pokok pangan yang sehat dan bergizi, termasuk anak-anak dari berbagai macam latar belakang sosial. Pemenuhan gizi tidak boleh dipandang sebagai kebutuhan tambahan, tetapi sebagai hak dasar yang harus dipenuhi. Dengan program MBG, negara mengambil peran langsung untuk mengurangi kesenjangan gizi yang masih terjadi di banyak wilayah.

Data internasional menunjukkan bahwa gizi memiliki hubungan erat dengan kualitas sumber daya manusia. Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) pada 2024, sekitar 8,2 persen populasi dunia masih mengalami kelaparan dengan kondisi berpendapatan rendah. Di Indonesia sendiri, menurut Badan Pangan Nasional (2024), tingkat kekurangan gizi (Prevalence of Undernourishment) di Indonesia masih pada kisaran 10,21 persen pada 2022 dan sedikit menurun menjadi 8,53 persen pada 2023.

Read Entire Article
Food |