REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan menyatakan rencana kenaikan tarif ojek online belum merupakan keputusan final. Saat ini, Kementerian Perhubungan masih melakukan pengkajian, pembahasan, dan pendalaman terhadap berbagai masukan dari para pemangku kepentingan terkait kenaikan ini.
“Rencana kenaikan tarif ojek online masih dalam proses pengkajian. Ini bukan keputusan yang sudah ditetapkan. Kami masih akan berdiskusi lebih lanjut dengan para aplikator dan perwakilan asosiasi driver ojek online,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Aan Suhanan di Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Aan menyampaikan setiap kebijakan pemerintah yang berdampak langsung kepada masyarakat luas, terutama terkait tarif transportasi harus melalui proses dialog dan pertimbangan yang matang. Oleh karena itu, Kemenhub akan membuka ruang komunikasi secara intensif dengan para pihak terkait.
Aan menegaskan pemerintah ingin menjaga keseimbangan antara kepentingan pengemudi, aplikator, dan kemampuan bayar masyarakat sebagai pengguna. Pemerintah memastikan bahwa setiap perubahan tarif harus didasari kajian menyeluruh agar tidak menimbulkan dampak negatif, baik secara sosial maupun ekonomi.
Aan mengatakan Kemenhub berkomitmen untuk memastikan kebijakan yang diambil akan bersifat adil, transparan, dan berkelanjutan serta mengedepankan dialog dan keterbukaan dengan semua pemangku kepentingan. Kemenhub berharap dengan pendekatan yang adil dan transparan ini, keputusan terkait tarif ojek online akan dapat diterima oleh semua pihak dan membawa manfaat yang optimal bagi ekosistem transportasi daring di Indonesia.
"Prinsip kami adalah mencari titik temu yang terbaik, yang tidak hanya memastikan keberlangsungan ekosistem ojek online tetapi juga menjaga kesejahteraan pengemudi dan keterjangkauan layanan bagi masyarakat," ucap Aan.
Selain itu, lanjut Aan, Ditjen Hubdat juga masih mengkaji aspirasi mitra pengemudi terkait usulan pembatasan potongan biaya aplikasi sebesar maksimal 10 persen. Hingga saat ini, belum ada keputusan kebijakan yang bersifat final.
“Hal ini harus dipertimbangkan dengan matang karena tentu akan berdampak pada seluruh bagian dari ekosistem. Saat ini, ada lebih dari satu juta mitra pengemudi serta lebih dari 20 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang juga tergabung. Semua aspek ini harus dikaji secara menyeluruh,” sambung Aan.
Aan menyampaikan pihaknya berencana menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk mitra pengemudi, perusahaan aplikator, dan DPR RI. Pertemuan ini dimaksudkan untuk merumuskan solusi terbaik terhadap berbagai isu dalam sistem transportasi berbasis aplikasi.
"Ke depan, Ditjen Hubdat bersama para pemangku kepentingan juga akan memprioritaskan penyusunan regulasi yang lebih rinci terkait ekosistem transportasi online," kata Aan.