Benarkah Ada Aliran Dana Dugaan Korupsi Kuota Haji ke PBNU? Ini Penjelasannya

2 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dana dugaan korupsi kuota haji mengalir ke berbagai pihak semakin menjadi bola liar. Apalagi setelah Pelaksana Tugas (PLT) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyebut aliran dana dugaan korupsi kuota haji tahun 2023-2024 masuk ke ormas keagamaan terbesar di Indonesia itu. Namun Ketua Bidang Keagamaan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahmad Fahrur Rozi langsung membantah kabar tersebut agar tidak semakin simpang siur.

Fahrur Rozi mengemukakan langsung mengecek ke bendahara dan dinyatakan tidak menemukan aliran dana dugaan korupsi tersebut. Pria yang akrab disapa Gus Fahrur itu berpendapat, pernyataan KPK tersebut tanpa diikuti langkah hukum yang konkret, bagi PBNU menimbulkan kerugian yang besar.

Pertama, kata dia, adalah kerugian reputasi bagi institusi yang disebut-sebut KPK, baik Kementerian Agama (Kemenag), organisasi keagamaan PBNU maupun individu-individu yang namanya diseret-seret. Kedua, kerugian bagi masyarakat luas yang membutuhkan kepastian hukum.

"Publik berhak mendapatkan informasi yang jelas, apakah benar ada tindak pidana korupsi, siapa yang bertanggung jawab, dan bagaimana proses hukumnya berjalan," kata Gus Fahrur melalui pesan tertulis yang diterima Republika, Ahad (14/9/2025) malam.

Gus Fahrur menambahkan, jika hanya sebatas wacana di media, maka yang terjadi adalah kegaduhan dan fitnah yang bisa merusak tatanan sosial. Dia menerangkan, dari perspektif hukum, asas due process of law menuntut adanya keadilan prosedural, termasuk hak-hak setiap orang yang disebut dalam dugaan perkara. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menegaskan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.

"Jika seseorang atau institusi sudah diseret ke ruang publik, tetapi tidak segera dibawa ke pengadilan, maka hak atas kepastian hukum itu dilanggar," ujarnya.

Dikatakan Gus Fahrur, proses penyidikan yang terlalu lama justru bertentangan dengan prinsip peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan sebagaimana diamanatkan dalam KUHAP maupun asas peradilan modern. Menurutnya, lamanya KPK dalam mengambil keputusan hukum juga menimbulkan pertanyaan serius. Apakah terdapat keraguan terhadap kualitas alat bukti yang telah dikumpulkan ataukah karena faktor lain.

"Jika bukti belum cukup, maka seharusnya tidak ada pernyataan publik yang mengaitkan pihak tertentu dengan dugaan korupsi," ujar Gus Fahrur.

Ia menerangkan dalam konteks penegakan hukum korupsi, keadilan bukan hanya soal menghukum pelaku, tetapi juga soal menjamin hak-hak pihak yang dituduh. Mereka yang dituduh berhak untuk segera disidangkan agar bisa membela diri di hadapan hakim yang independen.

Fenomena yang terjadi saat ini sangat dekat dengan praktik trial by the press, yaitu ketika media massa dan warganet berdasarkan pernyataan resmi maupun bocoran dari aparat penegak hukum, mengadili pihak-pihak tertentu di ruang publik sebelum ada proses hukum yang sah di pengadilan. "Kondisi ini sangat berbahaya, karena opini publik yang terbentuk bisa lebih kuat daripada fakta hukum. Akibatnya, meskipun nantinya tidak terbukti bersalah, citra individu maupun institusi yang terlanjur diberitakan akan tetap rusak di mata masyarakat," jelas Gus Fahrur.

Gus Fahrur menegaskan, PBNU sudah menyampaikan klarifikasi bahwa tidak ada aliran dana haji ke rekening bendahara PBNU, dan tidak terlibat dalam kasus tersebut. Apabila ada indikasi dilakukan satu dua oknum hendaklah tidak menyeret nama besar organisasi Nahdlatul ulama.  

sumber : Antara

Read Entire Article
Food |