Para tokoh yang berhasil mendapat penghargaan Habibie Prize 2025. (BRIN)REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali menggelar Habibie Prize 2025, di Hari Pahlawan, pada Senin (10/11/2025).
Habibie Prize 2025, dikenal sebagai ajang penghargaan bergengsi bagi ilmuwan dan tokoh bangsa terbaik Indonesia yang menorehkan capaian luar biasa dalam bidang sains.
Mulai bidang ilmu pengetahuan dasar, teknologi, hingga filsafat, agama, dan kebudayaan.
Tahun ini Habibie Prize dianugerahkan kepada lima ilmuwan nasional dari beragam bidang ilmu pengetahuan.
Mulai laboratorium kimia, ruang isolasi virus, peternakan hijau, ruang sidang konstitusi, hingga lembar tafsir Al Qur’an.
Mereka yang mendapat penghargaan itu: Pertama, Rino Rakhmata Mukti menemukan energi bersih dari sekam padi.
Dari laboratorium di Institut Teknologi Bandung, Rino menemukan cara mengubah limbah sekam padi menjadi zeolit sintetis: material canggih yang digunakan sebagai katalis dalam industri minyak bumi dan pupuk. Karyanya menegaskan bahwa inovasi besar bisa lahir dari bahan lokal yang sederhana.
“Indonesia punya potensi luar biasa dari limbah pertanian,” ujar Rino, dilansir laman BRIN, Senin.
“Sekam padi bisa menjadi sumber material maju untuk energi bersih dan pertanian berkelanjutan.”
Bagi Rino, penghargaan ini bukan akhir, tapi pengingat agar riset selalu kembali ke akar.
Yakni memberi manfaat nyata bagi masyarakat dan memotivasi ilmuwan muda untuk tidak takut menapaki jalan panjang dunia penelitian.
Peraih penghargaan kedua, Tedjo Sasmono, menelusuri jejak virus demi kemanusiaan. Selama lebih dari dua dekade, Tedjo meneliti virus dengue dan arbovirus lain di Indonesia.
Karyanya memetakan empat serotipe virus dengue di berbagai kota dan menjadi dasar bagi kebijakan vaksinasi nasional.
“Setiap hari kita hidup berdampingan dengan virus ini,” katanya. “Maka tugas saya adalah memahami biologi dan dinamika penyebarannya agar masyarakat terlindungi.”
Peneliti Lembaga Eijkman ini juga berperan dalam uji klinis vaksin dengue dan riset genomik untuk kesiapsiagaan pandemi.
Ia menekankan bioteknologi adalah bentuk nyata dari “sains untuk kemanusiaan.”
“Kita harus siap menghadapi tantangan kesehatan masa depan dengan kemampuan sendiri. Itulah semangat Habibie yang saya pegang,” tegasnya.
Ketiga, Anuraga Jayanegara, mengubah pakan untuk menyelamatkan bumi. Sebagai ilmuwan muda dari IPB University, Anuraga memadukan riset peternakan dengan isu perubahan iklim.
Ia mengembangkan formulasi pakan ternak berbasis bahan alami yang mampu menekan emisi gas rumah kaca, sekaligus meningkatkan produktivitas ternak.
“Pakan menyumbang 70% biaya produksi,” jelasnya. Lebih lanjut ia berpesan jika kita bisa membuatnya efisien dan ramah lingkungan, sains tidak boleh berhenti di jurnal.
Ia harus hidup di peternakan, di tangan masyarakat, di dapur industri agar manfaatnya besar bagi peternak dan bumi.
Keempat, Jimly Asshiddiqie. Etika sebagai Pilar Hukum. Nama Jimly Asshiddiqie identik dengan reformasi konstitusi dan etika bernegara.
Sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pertama, ia memperkenalkan gagasan “constitutional ethics”, bahwa hukum tidak bisa berdiri tanpa moral dan integritas.
“Etika itu samudra, hukum itu kapal,” ujarnya lantang. “Kapal hukum tidak akan sampai ke pulau keadilan jika samudra etikanya keruh.”
Jimly menegaskan pentingnya membangun sistem hukum yang tak hanya menghukum, tetapi juga mendidik dan menjaga kepercayaan publik.
Ia berharap generasi muda memahami bahwa peradaban bangsa tidak hanya ditopang oleh teknologi, tetapi juga oleh nilai etika yang kokoh.
Kelima, Muhammad Quraish Shihab, menyinari zaman dengan tafsir Al Qur'an.
Sebagai mufasir besar Asia Tenggara, ia mengabdikan hidupnya untuk menjembatani pesan Al-Qur’an dengan kehidupan modern melalui Tafsir Al-Misbah.
“Al Qur’an itu cahaya,” ujarnya lembut.
“Tiap orang akan melihat cahayanya dari sudut yang berbeda, dan perbedaan itu adalah rahmat,” lanjutnya. Ia mengingatkan pentingnya tafsir yang kontekstual dan penuh kasih. Di tengah dunia yang dipenuhi disrupsi dan ujaran kebencian.
“Beragama harus dengan pemahaman, bukan hanya hafalan. Ilmu harus dibarengi dengan adab,” ingatnya.
Nama penghargaan ini diambil dari sosok Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden Republik Indonesia ke-3 sekaligus Menteri Riset dan Teknologi periode 1979-1998.
Habibie dikenal luas sebagai tokoh visioner yang menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai motor pembangunan nasional.
Tahun ini penyelenggaraan ke-26 sekaligus menguatkan tradisi penghargaan terhadap prestasi ilmuwan Indonesia.
Penyelenggaraan Habibie Prize 2025 turut didukung Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) melalui pemanfaatan Dana Abadi Penelitian sebagai bentuk komitmen bersama memberi apresiasi berkelanjutan kepada para ilmuwan dan peneliti unggul.
Bukan Sekadar Simbol Prestasi
Kepala BRIN Dr. Laksana Tri Handoko menegaskan penghargaan ini bukan sekadar simbol prestasi, melainkan bentuk nyata dari warisan intelektual Prof. B.J. Habibie: tokoh yang mempersatukan ilmu pengetahuan, teknologi, dan cinta tanah air.
“Habibie Prize sebuah legacy yang lahir dari semangat almarhum Bapak Habibie,” ujar Handoko melalui keterangan resminya.
Ia mengatakan sejak tahun 1999, penghargaan ini diberikan kepada insan Indonesia terbaik di bidangnya yang memiliki scientific achievement luar biasa.
Handokoberujar, BRIN bersama pemerintah kini mengelola penghargaan ini agar menjadi inspirasi lintas generasi.
Pihaknya ingin menumbuhkan kebanggaan publik terhadap ilmu pengetahuan dan riset. “Sekaligus menularkan semangat agar generasi muda mampu melampaui capaian para pendahulunya,” imbuhnya.
Handoko mengingatkan perjuangan masa kini bukan lagi di medan perang, melainkan di laboratorium, ruang riset, dan forum akademik. “Kita mengisi kemerdekaan melalui sains, riset, dan inovasi. Itulah makna pahlawan masa kini,” lanjutnya.
Ia mencontohkan para penerima Habibie Prize 2025 sebagai bukti nyata karya ilmiah dapat menjelma menjadi solusi kemanusiaan.
“Penelitian katalis zeolit berbasis limbah padi untuk energi bersih, riset virus dengue untuk kesehatan publik, inovasi pakan ternak rendah emisi untuk keberlanjutan, hingga tafsir Al Qur’an yang mencerahkan kehidupan beragama dan gagasan reformasi hukum untuk keadilan sosial,” terang Handoko.
Ia meyakini, setiap penerima penghargaan adalah cerminan bahwa ilmu pengetahuan tak pernah berdiri sendiri, namun selalu berpihak pada kemanusiaan dan kemajuan bangsa.
Pesan Cinta untuk Indonesia
Ilham Akbar Habibie menegaskan makna filosofis penghargaan ini sebagai bentuk kesinambungan cita-cita ayahandanya, almarhum B.J. Habibie.
Ia mengingatkan penghargaan ini bukan hanya untuk mengakui prestasi ilmiah, “Tetapi juga sebagai simbol bahwa ilmu pengetahuan, iman, dan cinta tanah air harus berjalan bersama dalam membangun bangsa,” ujarnya.
Ilham berharap penghargaan ini menjadi inspirasi bagi lahirnya lebih banyak ilmuwan muda Indonesia yang berkiprah di tingkat global.
“Kita ingin melihat semakin banyak anak bangsa yang berani bermimpi, berinovasi, dan membawa karya mereka untuk kemajuan umat manusia,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa Habibie Prize adalah ajakan untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan industri agar ilmu pengetahuan tidak berhenti di jurnal, tetapi hadir sebagai solusi nyata bagi masyarakat.
Taufik Hidayat

3 hours ago
1




























:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5016061/original/098910800_1732180738-IMG-20241121-WA0027.jpg)






:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5344879/original/037827700_1757495713-Kota_Semarang.jpg)



