Home > News Wednesday, 02 Jul 2025, 16:26 WIB
Tindakan medis darurat mengandung risiko tinggi.

DIAGNOSA -- Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, mengkritik perihal lemahnya perlindungan hukum terhadap tenaga medis dari tuduhan malpraktik yang viral di media sosial.
"Jika ini terus dibiarkan tanpa pengaturan yang tegas, bukan tidak mungkin akan menciptakan efek atau keengganan dari para tenaga medis untuk bertindak cepat, padahal mereka berada dalam situasi darurat yang mempertaruhkan nyawa pasien," kata Nurhadi dalam Rapat Kerja Komisi IX dengan Menkes Budi Gunadi Sadikin serta perwakilan organisasi profesi dokter, bidan, dan perawat, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu 2/7/2025.
Nurhadi mempertanyakan apakah sudah ada mekanisme sanksi terhadap pihak-pihak, baik pasien, aparat, atau siapapun yang menyebarkan informasi dugaan malpraktik yang belum terbukti secara hukum?
Ia menekankan bahwa tindakan medis darurat mengandung risiko tinggi yang tidak seharusnya dijadikan bahan konsumsi publik secara serampangan, apalagi dijadikan yang viral sebelum ada investigasi resmi oleh lembaga yang berwenang.
“Ini bukan sekadar isu etika, ini soal keberanian negara dalam melindungi profesi yang berada di garis depan penyelamatan jiwa. Kalau tenaga medis ragu karena takut dilaporkan atau disudutkan di media sosial, siapa yang bertanggung jawab kalau nyawa pasien tidak tertolong?” tegasnya.
Dalam rapat yang juga dihadiri Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan para pejabat dari Kemenkes, Nurhadi mendesak pemerintah segera menyusun regulasi turunan dari UU Kesehatan No. 17/2023 yang secara eksplisit memberikan perlindungan hukum kepada tenaga medis, terutama dalam tindakan darurat.
“Profesi tenaga medis harus diperlakukan sebagai lex specialis. Pendekatan hukum pidana umum tidak bisa diterapkan secara mentah dalam persoalan medis yang kompleks. Sudah saatnya negara hadir tegas!" tandasnya.
Selain itu, Nurhadi juga menegaskan bahwa masyarakat seharusnya mulai memahami bahwa menyebarkan tuduhan yang belum terbukti kebenarannya dapat berimplikasi hukum.
“UU ITE Pasal 27A menegaskan soal pencemaran nama baik harus merujuk pada Pasal 310 KUHP. Jadi masyarakat boleh mengkritik, tapi harus bijak. Jangan asal bicara di publik atau sosial media soal dugaan malpraktik tanpa data dan tanpa bukti hukum yang sah.”
“Saya tegaskan, ini bukan soal menutup kritik, tapi soal menjaga akal sehat dalam ruang publik, dan melindungi para tenaga medis kita dari ancaman fitnah yang menghancurkan moral serta semangat pelayanan,” pungkas Nurhadi