Dua Sisi AI Dalam Penggunaannya di Bidang Agama

8 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kecerdasan buatan atau AI kini mulai masuk ke hampir semua aspek kehidupan, termasuk urusan agama. Di tengah derasnya arus teknologi, sebagian orang mulai menjadikan kecerdasan buatan sebagai tempat bertanya tentang agama.

Penggunaan AI dalam bidang agama, menurut Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Masduki Baidlowi mempunyai dua sisi, positif dan negatif. 

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

"Sisi positifnya AI bisa menjadi pendamping untuk mendalami berbagai masalah yang kita butuhkan, termasuk dalam hal ini AI bisa digunakan untuk mengetahui masalah-masalah keagamaan seperti tafsir, hadits atau fiqih, sejarah Islam dan lain sebagainya," kata Kiai Masduki kepada Republika, Ahad (2/11/2025)

Kiai Masduki mengatakan bahwa Ai juga digunakan untuk aplikasi dakwah. Hanya saja, seluruh informasi yang diberikan AI perlu dilakukan cross check terhadap ulama atau ustaz yang ahli di bidangnya. Sebab, AI punya sisi negatif.

Sisi negatif AI, menurutnya, AI tidak memiliki niat (niyyah), maqasid atau ruh spiritual manusia. AI hanya meniru bahasa, bukan memahami kebenaran.

AI juga bisa menyebabkan terjadinya pseudo-ulama digital. Maksudnya, orang bisa mengutip jawaban AI seperti fatwa, padahal ia tidak memiliki sanad keilmuan, tak memiliki otoritas, maupun tanggung jawab moral.

Sisi negatif yang lain, diungkapkan Kiai Masduki adalah bahwa AI bisa menyebabkan terjadinya dekontekstualisasi dalil. AI sering memotong ayat atau hadis tanpa memperhatikan asbabun al-nuzul atau asbab al-wurud, sehingga tafsir menjadi kering dan kadang menyesatkan.

"Contoh, AI bisa menjawab pertanyaan hukum agama hanya dengan teks literal tanpa melihat maqasid al-syari‘ah, padahal dalam tradisi Islam, pemahaman hukum mesti melihat konteksnya," ujar Kiai Masduki.

Ia menerangkan bahwa yang lebih berbahaya lagi adalah AI bisa mereduksi spiritualitas menjadi kepentingan pragmatis algoritma. Dalam hal ini dakwah bisa berubah menjadi konten industri yang cepat, dangkal dan mengikuti logika engagement algoritma. 

"Spirit ikhlas lillahi ta'ala tergantikan menjadi clickbait dan virality. Maka, posisi ulama atau ustadz tidak boleh digantikan oleh AI," ujarnya.

Kiai Masduki mengingatkan bahwa sekarang memang ada fenomena yang disebut algorithmic religion, di mana makna agama disesuaikan dengan pola konsumsi digital, bukan kebutuhan spiritual. Menurutnya hal tersebut berbahaya. Maka siapa yang belajar agama harus ada ulama atau ustaz dan AI boleh digunakan sebagai pendamping.

Read Entire Article
Food |