Gen Z, Cuti Patah Hati, dan Pentingnya Bicara Kesehatan Mental di Tempat Kerja

3 days ago 2

Patah hati (ilustrasi). CEO di Gurgaon, India, menjadi berita utama karena menyetujui permintaan cuti seorang karyawan yang beralasan cuti putus cinta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Generasi Z (Gen Z) saat ini mengubah secara fundamental cara kita membicarakan kesehatan mental di lingkungan kerja. Mereka dinilai sebagai kelompok yang paling jujur dan terbuka dalam memprioritaskan kesejahteraan diri, bahkan ketika harus mengajukan cuti dengan alasan yang dulunya dianggap tabu, seperti putus cinta (breakup) atau kelelahan mental (burnout).

Perubahan budaya ini semakin disoroti ketika baru-baru ini seorang CEO di Gurgaon, India, menjadi berita utama karena menyetujui permintaan cuti seorang karyawan yang beralasan "cuti putus cinta". Kisah tersebut menarik perhatian luas karena empati semacam itu masih sangat langka dalam budaya kerja, terutama di India. Namun, hal ini sekaligus menjadi sinyal perubahan zaman bahwa kesejahteraan emosional akhirnya mulai diakui sebagai elemen sentral yang mendorong kinerja berkelanjutan dan bukan lagi dianggap terpisah darinya.

Psikoterapis dan ahli hubungan, Namrata Jain, mengatakan stigma kesehatan mental masih menjadi masalah besar, meskipun Gen Z semakin berani menuntut percakapan terbuka mengenai kesejahteraan di tempat kerja. "Tantangan kesehatan mental memengaruhi hampir 80 persen profesional India pada titik tertentu, namun stigma masih menghentikan sebagian besar dari mereka untuk mencari bantuan secara terbuka," kata  Jain dilansir laman Hindustan Times pada Selasa (16/12/2025).

Menurut dia, kasih sayang tidak bertentangan dengan kinerja, melainkan justru menjadi fondasi yang membuat kinerja menjadi berkelanjutan. "Ketika para atasan mengakui pergumulan emosional seperti patah hati atau kehilangan, mereka tidak hanya menunjukkan kebaikan; mereka membangun kepercayaan dan keamanan psikologis," ujarnya.

Namrata Jain menjelaskan lebih lanjut mengenai lima alasan utama mengapa empati dan dukungan emosional di tempat kerja mampu meningkatkan kesejahteraan dan kinerja karyawan secara signifikan:

1. Rasa sakit emosional memengaruhi fokus

Penelitian dari Indian Journal of Psychological Medicine menunjukkan bahwa patah hati mengaktifkan area otak yang sama dengan rasa sakit fisik, bukan sekadar "ada di kepala Anda". Ketika tekanan emosional diabaikan, perhatian, kreativitas, dan kemampuan pengambilan keputusan karyawan akan menurun drastis. Laporan India Workplace Wellbeing 2025 menemukan bahwa 85 persen karyawan melaporkan gejala stres atau burnout, yang secara langsung berdampak negatif pada hasil kerja mereka.

Read Entire Article
Food |