Menurut Ubaid, guru bakal kesulitan untuk mengajar 50 siswa dalam satu kelas.
Rep: Rizky Suryarandika, Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Andri Saubani
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji (tengah).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengkritisi Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang menerbitkan kebijakan menambah jumlah siswa per kelas di sekolah menengah atas menjadi 50 orang. JPPI meminta KDM membedakan mana membuat konten dan mana pembuatan kebijakan.
Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji menegaskan jumlah siswa per kelas berapa orang sudah ada standar nasionalnya. Standar itu disesuaikan dengan kemampuan guru untuk mengajar, efektivitas siswa belajar.
"Jadi ketika rombel (rombongan belajar) ditambah jadi 50 itu pasti efektivitas turun, kemampuan anak untuk bisa belajar jadi berkurang," kata Ubaid kepada Republika, Selasa (15/7/2025).
Ubaid menegaskan guru bakal kesulitan untuk mengajar 50 siswa dalam satu kelas. Sehingga, Ubaid memandang kebijakan KDM tidak tepat meski bertujuan baik mencegah angka putus sekolah.
"Kebijakan KDM nggak jelas dasarnya, yang jelas langgar standar nasional pendidikan, nggak boleh seenaknya tambah rombel per kelas," ujar Ubaid.
Ubaid menyentil ulah KDM yang seakan tengah membuat konten saat melahirkan kebijakan. Padahal, Ubaid menegaskan harus ada pemisahan antara ngonten dan pembuatan kebijakan.
"Jadi KDM ini mestinya buat kebijakan jangan seperti buat ngonten viral. KDM nggak bisa bedakan bikin aturan dan konten. Kalau konten silakan suka-suka, tapi kalau kebijakan ini urusan publik, ada hak masyarajat sipil untuk didengar, terlibat secara partisipatif," ujar Ubaid.
Oleh karena itu, Ubaid mendorong KDM tak melahirkan kebijakan pendidikan yang aneh-aneh. Ubaid mengingatkan betapa banyaknya PR pendidikan yang mesti diselesaikan KDM.
"Jadi jangan ngawur karena situasi pendidikan kita sedang tidak baik-baik saja kualitasnya. Jadi kita perlu cermat dan buat pertimbangan matang untuk bagaimana kebijakan ini berdampak baik pada peningkatan kualitas. Kalau kita ngawur maka kualitas pendidikan tambah merosot," ujar Ubaid.