
REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Kalimantan Timur, dengan luasan hutan mencapai 13 juta hektare, memiliki keanekaragaman hayati tinggi.
Tercatat ada sekitar 1.500 jenis flora dan fauna, dengan banyak spesies endemik.
Bentang Alam Wehea–Kelay, menjadi salah satu habitat utama orang utan liar, dengan populasi diperkirakan mencapai 1.282 individu pada 2020.
Selain itu, kawasan ini juga mencakup 77 jenis mamalia, 271 jenis burung, dan 117 jenis herpetofauna.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjalin kerja sama penelitian dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).
Mereka melakukan riset satwa langka dan terancam punah di Kalimantan, khususnya di Bentang Alam Wehea–Kelay, Kalimantan Timur.
Kolaborasi ini ditandai penandatanganan perjanjian antara Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN dan YKAN di Cibinong, Bogor, pada Senin (14/7/2025).
Kepala Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN, Delicia Yunita Rahman, menjelaskan bahwa kerja sama ini bertujuan mengungkap fakta ilmiah terkait ekologi hutan tropis dan satwa liar.
Pengetahuan ini diharapkan mendukung pengelolaan bentang alam dan ekosistem penting di Kalimantan, termasuk konservasi orang utan dan berbagai fauna endemik lainnya.
“Kami memiliki kesamaan strategi dengan YKAN,” ujar Delicia, dikutip dari pernyataan resmi YKAN.
Sebanyak 23 pihak—terdiri atas pemerintah, swasta, masyarakat adat, LSM, dan perguruan tinggi—terlibat dalam pengelolaan kolaboratif wilayah tersebut.
YKAN sebagai mitra aktif telah memanfaatkan teknologi seperti kamera jebak dan bioakustik, serta akan mengadopsi teknologi e-DNA untuk mengukur kualitas habitat hutan hujan tropis.
Direktur Eksekutif YKAN, Herlina Hartanto, menyebut bahwa kolaborasi ini juga bertujuan memperkuat riset konservasi dan kapasitas sumber daya manusia. YKAN berkomitmen melaksanakan program berbasis riset ilmiah yang menghormati nilai dan budaya lokal, sebagaimana telah dilakukan di Hutan Lindung Wehea sejak 2007.
Kerja sama ini akan berlangsung selama lima tahun hingga 2030, dengan fokus pada penelitian bioekologi dan kualitas habitat berbagai satwa, termasuk owa kalimantan dan mamalia langka lainnya.
Perpaduan antara pendekatan ilmiah dan pengelolaan berbasis adat diharapkan dapat menjaga kelestarian hutan dan keanekaragaman hayati Kalimantan untuk masa depan.
Dalam keterangannya, YKAN menegaskan pentingnya sinergi antara riset ilmiah dan konservasi berbasis komunitas lokal di Kalimantan Timur, yang merupakan wilayah kunci kelestarian satwa endemik seperti orang utan.
Teknologi e-DNA menjadi inovasi penting dalam pengukuran kualitas habitat yang menghasilkan data objektif dan valid.
Melalui pengelolaan kolaboratif multi-pihak, model konservasi ini diharapkan dapat direplikasi di lanskap lain di Kalimantan, seperti Lanskap Menyapa–Lesan dan Kutai.
Hutan Kalimantan Timur sendiri memiliki nilai ekologis dan budaya yang tinggi, tidak hanya sebagai rumah bagi satwa langka, tetapi juga sebagai sumber kehidupan dan pengetahuan bagi masyarakat setempat.
Konservasi berbasis riset dan yang menghormati hukum adat dinilai menjadi kunci keberlanjutan hutan dan ekosistem kawasan tersebut.
Program ini diharapkan membuka peluang pemahaman lebih dalam atas dinamika ekosistem hutan tropis sehingga dapat dikelola dengan pendekatan berkelanjutan dan adaptif.
Ribuan Orang Utan
Sebelumnya, Ketua Forum Kolaborasi Bentang Alam Wehea-Kelay Anwar Sanusi menyampaikan, kontribusi keanekaragaman hayati dari kawasan ini tidak diragukan lagi.
Menurutnya, dari data Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan (2023), bentang alam ini menyumbang sekitar 35 persen pencapaian Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL).
"Indeks ini menggambarkan kualitas tutupan lahan yang dihitung dari kondisi tutupan hutan dan tutupan vegetasi nonhutan," kata Anwar.
Bentang Alam Wehea-Kelay mempertahankan keanekaragaman hayati di dalamnya. Berdasarkan survei yang dilakukan forum, ada sekitar 1.200 individu orang utan kalimantan dan lebih dari 1.400 jenis satwa liar yang mendiami kawasan berhutan ini.
Wilayah ini juga merupakan kawasan penyangga Daerah Aliran Sungai (DAS) Kelay dan DAS Wahau bagi masyarakat Kecamatan Kelay di Kabupaten Berau dan Kecamatan Kombeng, Kecamatan Wahau, serta Kecamatan Telen di Kutai Timur.
Selain itu, setidaknya ada sekitar 30 ribu jiwa yang menggantungkan sumber air dari ekosistem ini. Anwar mengatakan dengan menjadikan perlindungan habitat orang utan sebagai kunci kolaborasi ternyata banyak peluang yang terbuka.
Republika