REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengajak seluruh anak di Indonesia untuk mengambil peran aktif dalam upaya menjaga bumi dan menghadapi tantangan krisis iklim global. Ajakan ini disampaikan dalam kolaborasi aksi iklim yang diberi nama "Aku, Kamu, Kita adalah Bumi" bersama organisasi global, Save The Children.
"Kita ingin mengajak anak-anak kita untuk turut menjaga dunia, sebagaimana dalam aksi 'Aku, Kamu, Kita, adalah Bumi', artinya siapapun kita yang berada di bumi harus menjaganya dan mengajak anak-anak untuk memulai dari diri sendiri dalam menjaga lingkungan, dan setelah itu berupaya mengajak kawan-kawannya untuk bersama-sama semangat menjaga bumi ini," kata Menteri PPPA Arifah Fauzi di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (22/11/2025).
Menteri Arifah mengemukakan perempuan dan anak menjadi yang paling terdampak ketika krisis iklim terjadi, sehingga pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan terkait memiliki kewajiban untuk melindungi mereka dari dampak-dampak kerusakan alam. "Anak mengisi sepertiga penduduk Indonesia. Jika mereka memiliki literasi dan melakukan aksi nyata yang memberikan dampak bagi bumi, seperti para Child Campaigner Aksi Generasi Iklim ini, maka generasi ke depan akan mewarisi lingkungan yang lebih baik. Oleh karena itu penting untuk kita dapat terus berkolaborasi agar suara anak dan keterlibatan anak lebih bermakna," ujar Menteri PPPA.
Riset Global Save the Children tahun 2025 mengungkapkan anak-anak yang lahir saat ini akan mengalami bencana iklim dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hampir semua anak yang lahir sejak tahun 2020 akan mengalami lebih banyak gelombang panas, banjir sungai, kekeringan, kebakaran hutan, dan kegagalan panen dibandingkan generasi sebelumnya.
"Krisis iklim bukan isu masa depan, ini adalah krisis saat ini. Anak-anak merasakannya hari ini rumah mereka terkena banjir, sekolah terganggu, kesehatan terancam. Kita sebagai orang dewasa punya tanggung jawab untuk memastikan suara mereka diterjemahkan menjadi kebijakan dan aksi nyata," kata CEO Save the Children Indonesia Dessy Kurwiany Ukar.
Riset Save The Children tahun 2025 juga mengungkapkan anak perempuan menanggung beban ganda akibat krisis iklim baik di kota maupun di desa. Di Jakarta Timur, banjir berulang dan panas ekstrem memperberat beban domestik yang kerap kali diberikan kepada anak perempuan, seperti memasak, mengambil air, mengasuh adik, hingga membersihkan rumah pasca-bencana.
Di Kupang, NTT, kekeringan dan kelangkaan air membatasi akses mereka pada sanitasi aman dan kesehatan reproduksi, serta meningkatkan risiko keselamatan saat harus berjalan jauh mengambil air.
Meski menghadapi kerentanan berlapis, anak perempuan menunjukkan kapasitas adaptasi yang kuat dan kesadaran lingkungan yang tinggi. Hal ini membuktikan bahwa mereka adalah agen perubahan yang penting dalam ketahanan iklim.

9 hours ago
7































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5344879/original/037827700_1757495713-Kota_Semarang.jpg)








