REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Azul Tanjung, mengapresiasi capaian kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) sehingga menjadi lembaga penegak hukum paling dipercaya publik. Hal yang membuat kepercataan terhadap Kejagung sangat tinggu karena berani mengejar mega korupsi dan pengembalian kerugian negara yang fantastis.
“Saya mengapresiasi kinerja Kejagung sehingga mereka bisa menjadi lembaga paling dipercaya publik dalam penegakan hukum,” kata Azrul.
Hal ini disampaikan Azrul menanggapi survei Indokator Politik, yang menyebutkan Kejagung sebagai lembaga hukum yang paling dipercaya publik. Tingkat kepercayaan Kejagung mencapai (76 persen). Sedangkan KPK kepercayaannya 70 persen (11 persen sangat percaya dan 59 persen cukup percaya, dan Polri sebesar 66 persen (11 persen sangat percaya dan 55 persen cukup percaya).
Tingginya kepercayaan publik atas Kejagung, menurut Azrul, tidak lepas dari penanganan megakorupsi yang ditanganinya. Terlebih dari kasus-kasus tersebut publik juga mengapresiasi Kejagung yang bisa mengembalikan kerugian negara yang sangat besar. Di antaranya kasus timah, Duta Palma, Jiwasraya, Impor minyak mentah, dan sebagainya.
“Misalnya pengembalian kerugian negara dalam kasus COP sebesar Rp.13,25 triliun ke kas negara. Ini sangat diperhatikan masyarakat,” papar Azrul, yang juga tokoh Muhammadiyah ini.
Masyarakat suka dengan ketegasan dan keberanian penegak hukum dalam memberantas korupsi. Sehingga siapapun penegak hukum yang berani melakukannya, maka masyarakat akan memberikan apresiasinya. “Sekarang kan yang berani melakukan itu Kejagung. Jadi wajar kalau masyarakat percaya pada mereka,” ungkapnya.
Di sisi lain, lanjut Azrul, masyarakat menyoroti kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak maksimal. Sejumlah kasus yang mereka tangani justru belum jelas ujungnya. “Padahal sebagai lembaga adhock masyarakat sebenarnya sangat mengharapkan mereka (KPK),” ungkapnya.
Tapi kasus-kasus besar yang ditangani KPK justru lambat atau bahkan tidak berjalan. Azrul mencontohkan dengan kasus proyek kereta cepat “Whoosh” Jakarta-Bandung, maupun kasus timah.
Termasuk adanya wacana tentang penegakan hukum yang tebang pilih dalam sebuah perkara, menurut Azrul, juga mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakar. Salah satunya publik mempertanyakan KPK yang tidak berani menetapkan Bobby Nasution sebagai tersangka kasus proyek jalan di Sumut. Masyarakat tetap curiga walaupun KPK sudah menjelaskan belum ada bukti yang cukup untuk menetapkan Bobby sebagai tersangka.
“KPK terlalu banyak mempertontonkan drama-drama sehingga hilanglah kepercayaan masyarakat. Padahal di awal pembentukan kepercayaan pada KPK sangatlah tinggi,” ungkap dia.

2 hours ago
2


































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5016061/original/098910800_1732180738-IMG-20241121-WA0027.jpg)





:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5344879/original/037827700_1757495713-Kota_Semarang.jpg)




