Pakar FISIP UMJ Kritik Lemahnya Mitigasi Penanganan Banjir Sumatera

3 days ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pakar kebijakan publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (FISIP UMJ), Dr. Mawar, SIP, MAP menilai penanganan banjir di berbagai wilayah Sumatera masih belum efektif. Sebab, kebijakan mitigasi yang diterapkan pemerintah daerah lebih berfokus pada respons darurat dibanding upaya pencegahan struktural.

Ia menegaskan respons yang lamban, lemahnya koordinasi lintas sektor, tidak terpadunya implementasi kebijakan, keterbatasan anggaran pencegahan, serta kegagalan dalam penegakan regulasi lingkungan menjadi penyebab utama banjir berulang setiap tahun.

“Mitigasi harus dilakukan dengan pendekatan dari hulu ke hilir secara komprehensif, mulai dari penataan ruang, rehabilitasi lingkungan, hingga penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kerusakan ekosistem,” ujarnya.

Faktor Penyebab Lambatnya Penanganan Banjir Sumatera

Mawar menyebut faktor kebijakan publik yang menyebabkan penanganan banjir tampak lambat adalah lemahnya political will pemerintah pusat. Ia mengkritik adanya kecenderungan pemerintah mengambil solusi tergesa serta mengabaikan aspek ekologis demi kepentingan jangka pendek.

Menurutnya, koordinasi pusat-daerah masih lemah, terutama dalam penetapan status bencana nasional yang hanya berfokus pada jumlah korban fisik tanpa mempertimbangkan kerugian jangka panjang. Dalam konteks ini, ia menilai krisis ekologis di Sumatra bukan lagi bencana alam semata, melainkan policy disaster akibat alih fungsi lahan yang tidak terkendali dan kebijakan mitigasi jangka panjang yang inkonsisten.

“Masalah utamanya adalah lemahnya political will pemerintah pusat untuk melakukan penanganan menyeluruh. Komunikasi antarinstansi dalam menetapkan status bencana masih berbasis korban fisik semata dan mengabaikan dampak jangka panjang. Integrasi kebijakan antara pusat dan daerah juga lemah, sementara sinergi dalam mengatasi kerusakan ekologis belum terlihat. Ini bukan lagi bencana alam semata, tetapi policy disaster,” ujarnya.

Dalam hal integrasi kebijakan, Mawar menyoroti belum optimalnya penyelarasan antara kebijakan tata ruang, pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan kebijakan lingkungan di berbagai daerah di Sumatera. Ia menjelaskan bahwa konversi hutan menjadi perkebunan dan permukiman masih terjadi secara masif, memicu banjir dan longsor. Karena itu, ia mendesak pemerintah untuk menyelaraskan RTRW dengan konservasi DAS, membatasi pembangunan di zona rawan banjir, serta memperkuat perlindungan ekosistem hijau.

“Kebijakan lingkungan, tata ruang, dan pengelolaan DAS harus terintegrasi agar fungsi ekologis berjalan optimal. Kalau tidak, upaya pencegahan hanya menjadi solusi teknis di hilir yang tidak menyelesaikan akar persoalan,” kata dia.

Menanggapi program jangka panjang seperti rehabilitasi hutan dan normalisasi sungai yang sering terhambat politik anggaran, ia merekomendasikan agar kebijakan mitigasi banjir dikunci melalui mekanisme hukum. Kebijakan tersebut perlu memiliki pendanaan jangka panjang yang stabil. Selain itu, pelaksanaannya tidak boleh bergantung pada pergantian pemimpin politik. Kebijakan mitigasi banjir juga perlu diperkuat oleh partisipasi publik agar program pencegahan bencana berjalan konsisten dan berkelanjutan.

Langkah Strategis yang Harus Dilakukan Pemerintah

Sebagai langkah strategis ke depan, Mawar mendorong pemerintah pusat maupun daerah untuk memperkuat kebijakan tata ruang berbasis risiko. Selain itu, pemerintah pusat perlu membangun sistem komando darurat terpadu lintas provinsi, serta melakukan rehabilitasi hulu dan pengelolaan DAS secara massif dan berkesinambungan.

Ia menekankan pentingnya sistem peringatan dini yang terhubung langsung dengan masyarakat, edukasi kebencanaan yang masif, serta kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.

“Pendanaan jangka panjang yang stabil juga krusial agar penanganan bencana tidak terus dikendalikan oleh dinamika politik. Tanpa itu semua, banjir di Sumatra akan terus menjadi krisis tahunan,” tutupnya.

Read Entire Article
Food |