Tentara Israel dan tim penyelamat mencari korban di tengah reruntuhan bangunan tempat tinggal yang hancur akibat serangan rudal Iran di Beersheba, Israel, Selasa (24/6/2025). Gelombang serangan rudal Iran menghantam kota Beersheba, Israel. Sejumlah bangunan hancur dan empat warga dikabarkan tewas dalam serangan itu.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat sekaligus dosen hubungan internasional Universitas Padjadjaran (Unpad) Dina Sulaeman meyakini bahwa perang selama 12 hari antara Iran dan Israel dimenangkan oleh Iran, bukan Israel. Zionis dinilai telah keliru memahami budaya Iran.
"Israel memang menang di awalnya. Tapi, kalau bicara soal kemenangan strategis, kemenangan ideologis, saya pikir itu Iran yang menang," kata Dina dalam Webinar Perkembangan Konflik Israel-AS-Iran: Implikasi Global dan Respons Indonesia, Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan, serangan Israel terhadap Iran yang dimulai pada 13 Juni adalah upaya untuk menghilangkan ancaman. Ini karena Teheran mendukung kelompok-kelompok milisi yang melawan Israel akibat penindasan pasukan Zionis di kawasan Timur Tengah.
Sayangnya, Israel tidak memperkirakan kultur dan peradaban Iran. Militer Iran dengan cepat melakukan serangan balasan setelah serangan Israel yang menewaskan sejumlah tokoh dan ilmuwan negara tersebut.
"Bicara soal kultur, ketika ada yang meninggal, ada yang gugur tokoh-tokohnya, itu justru bukannya disembunyikan, malah diumumkan. Dengan cara itu justru dukungan rakyat malah termobilisasi," katanya.
Dengan dukungan tersebut, Iran dengan cepat melakukan pergantian kekuasaan terhadap tokoh-tokoh yang meninggal dalam serangan Israel dan dengan cepat melakukan serangan balasan.
Dina mengutip pernyataan tokoh Iran Ali Larijani yang mengakui bahwa Iran memang terpukul akibat serangan pada 13 Juni. Namun, rakyat Iran dengan cepat bangkit dan bersatu mendukung pemerintahannya sehingga Iran dengan cepat melakukan serangan balasan.