Pesantren: Oase Kearifan di Tengah Padang Modernisme

9 hours ago 4

Oleh Muhammad Irfanudin Kurniawan, Ph.D, Dosen Universitas Darunnajah, Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah riuh modernisasi pendidikan, pesantren tetap berdiri tenang seperti oase di padang gersang. Ia tak selalu tampil dengan gedung megah atau fasilitas canggih, namun kehadirannya meneduhkan. Di sanalah letak keajaiban pesantren: dari kesederhanaan lahir kekuatan yang tak mudah dijelaskan dengan teori manajemen modern.

Santri dan guru di dalamnya mengesampingkan kemewahan. Mereka terbiasa hidup mandiri dengan cukup. Melalui kesederhanaan ini, santri diajarkan untuk fokus pada esensi kehidupan, yaitu belajar, beribadah, dan berinteraksi sosial, tanpa terdistraksi oleh hal-hal materialistis. Pola hidup ini membentuk karakter santri yang mandiri, tahan banting, rendah hati, dan menghargai proses, bukan sekadar hasil instan.

Setiap pesantren menyimpan kisahnya sendiri, tentang keikhlasan yang tak pernah diumumkan, perjuangan yang jarang tersorot kamera, dan kehidupan yang berjalan di tengah keterbatasan. Justru dari keterbatasan itulah tumbuh keindahan. Pesantren mengajarkan bahwa manajemen terbaik bukanlah soal anggaran besar atau teknologi tinggi, melainkan soal niat tulus, kebersamaan, dan kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan.

Niat, yang letaknya di dalam hati, membedakan antara tindakan kebiasaan ('adah) dengan tindakan ibadah, serta membedakan satu jenis ibadah dengan ibadah lainnya. Niat juga menjadi tolok ukur bagi Allah dalam menilai dan memberikan pahala; semakin ikhlas niatnya karena Allah, semakin besar pahalanya, dan niat yang tidak ikhlas tidak akan diterima. Dengan demikian, niat menjadi fondasi spiritual yang mengarahkan setiap perbuatan mukmin agar bernilai ibadah dan bertujuan untuk meraih ridha Allah semata.

Pesantren bukan sekadar tempat menimba ilmu, melainkan ekosistem pembelajaran yang hidup. Di dalamnya, manajemen, kepemimpinan, dan spiritualitas berpadu secara alami. santri dibiasakan belajar sehingga mudah bertadabur. Ilmu dan keimanan di hati sama-sama bertambah; seorang kiai memimpin dengan bashirah, pandangan batin yang jernih. Dapur yang tak pernah kehabisan nasi untuk ratusan santri menjadi saksi bahwa di balik kesederhanaan, ada tata kelola yang berjalan dengan harmoni.

Kesadaran inilah yang menumbuhkan gagasan di Universitas Darunnajah untuk membuka Program Magister Manajemen Pendidikan Islam dengan konsentrasi Manajemen Pesantren. Tujuannya bukan menjadikan pesantren seperti korporasi, melainkan memperkuat kapasitasnya agar tetap relevan di tengah derasnya arus zaman. Karena pesantren, bagaimanapun, bukan sekadar lembaga, ia adalah denyut kehidupan yang terus berdialog dengan masa depan.

Read Entire Article
Food |