REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Investasi/Kepala BKPM, Rosan Roeslani, menyampaikan bahwa seluruh pihak terkait tengah mengkaji berbagai opsi penyelesaian permasalahan utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) agar hasilnya tuntas dan menyeluruh. Rosan menegaskan, kajian tersebut tidak hanya menyentuh aspek finansial, tetapi juga mencakup situasi keuangan konsorsium serta keberlanjutan operasional proyek.
Pemerintah ingin memastikan restrukturisasi dilakukan secara komprehensif agar tidak menimbulkan potensi persoalan baru di kemudian hari. “Opsi-opsi ini sedang kita kaji. Kalau pengkajian itu sudah selesai, kita akan paparkan ke semua kementerian terkait. Karena ada Kementerian Perhubungan, ada Menko terkait, ada Menkeu, dan ada DEN, Pak Luhut. Jadi, kita akan presentasikan agar penyelesaiannya komprehensif,” ujar Rosan di kantornya, di Jakarta, Jumat (17/10/2025).
Tokoh yang juga berstatus CEO Danantara itu mengatakan, pembahasan juga dilakukan bersama Pemerintah China melalui National Development and Reform Commission (NDRC). Hal ini menjadi penting karena proyek kereta cepat merupakan bagian dari program kerja sama strategis antara perusahaan kedua negara di era Presiden Xi Jinping.
Rosan menekankan, evaluasi dilakukan secara menyeluruh agar dampak finansial dan operasionalnya juga positif bagi PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai pemegang saham mayoritas di PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).
“Ini opsi saja kita sedang kaji semua ban bukan hanya dari semata-mata finansial saja,” ungkapnya.
Proyek KCJB atau Whoosh merupakan proyek strategis nasional yang dibangun sejak 2016 dan resmi beroperasi pada Oktober 2023. Total nilai investasi proyek ini mencapai 7,27 miliar dolar AS atau setara Rp 120,5 triliun (kurs Rp 16.575 per dolar AS), termasuk pembengkakan biaya sebesar 1,2 miliar dolar AS.
Sebesar 75 persen dari total investasi tersebut dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB). Proyek dikelola oleh konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang terdiri atas PSBI dengan porsi saham 60 persen dan China Railway Group sebesar 40 persen.
PSBI sendiri dimiliki oleh empat BUMN, yakni PT KAI dengan kepemilikan 58,5 persen, PT Wijaya Karya 33,4 persen, PT Jasa Marga 7,1 persen, dan PT Perkebunan Nusantara VIII sebesar 1,03 persen. Pada 2024, PSBI mencatat kerugian sekitar Rp 4,2 triliun, dan hingga semester I 2025 masih merugi Rp 1,63 triliun. Nilai rugi bersih PSBI yang dikontribusikan ke KAI mencapai Rp 951,5 miliar.