REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Puluhan mitra pengemudi ojek online (ojol) yang tergabung dalam Forum Ojol Yogyakarta Bergerak (FOYB) menggelar aksi damai menuntut perubahan kebijakan aplikator sekaligus meminta perhatian serius dari pemerintah terhadap nasib pengemudi transportasi online.
Aksi ini dimulai dari Tugu Elang kemudian menyusuri sejumlah titik penting di Kota Yogyakarta, termasuk kantor-kantor aplikator seperti Shopee, Grab, Maxim, dan Gojek, Kantor DPRD DIY hingga berakhir di titik 0 KM.
Berbagai spanduk bernada sindiran juga turut dibawa dalam aksi kali ini, antara lain bertuliskan “Kami Pejuang Jalanan Bukan Mesin Tanpa Perasaan,” “Tripel Ordermu Tidak Sesuai dengan Prinsip Setiaku,” dan “Coba Kamu Jadi Aku Cok! #sengsara,” para mitra menyuarakan keprihatinan atas kebijakan tarif dan sistem kerja yang dianggap merugikan dan tidak manusiawi.
Aksi ini tidak hanya menyuarakan keluhan umum, tetapi juga membawa daftar tuntutan konkret kepada masing-masing aplikator dan lembaga pemerintah.
"Kalau pemerintah menindaklanjuti aspirasi kami, kami tidak akan turun ke jalan seperti ini. Kami akan menyampaikan lagi agar diteruskan ke DPR RI melalui DPRD Provinsi. Hari ini kami datang ke tiap tiap aplikator untuk menyampaikan beberapa masalah yang sudah dirasakan sebelumnya," kata salah satu perwakilan FOYB, Yosanto, Kamis (16/10/2025).
"Dari Maxim ada, Gojek ada, Shopee ada dan Grab juga ada. Tadi sudah diserahkan ke manajemen masing-masing aplikator dan mereka berjanji untuk menindaklanjuti. Kemudian selain ke aplikator kami juga datang ke DPRD Provinsi untuk menyampaikan terkait aspirasi kami yang sebelumnya belum ditindaklanjuti di Jakarta," ucap dia menambahkan.
Beberapa poin penting yang disampaikan di antaranya pada aplikator Maxim, mereka meminta agar adanya perbaikan sistem peta dan perhitungan jarak, peningkatan tarif delivery, hingga penghentian pendaftaran driver baru. Kemudian Shopee agar adanya penghapusan sistem hub food & SPX, penolakan triple order, serta perbaikan sistem pemberian poin dan penalti kepada driver.
Sementara kepada Grab mereka meminta adanya penghapusan program bike hemat, penyesuaian tarif, serta keluhan diskriminasi sistem terhadap gender driver dan Gojek:, mereka menuntut terkait kejelasan potongan tarif, keakuratan peta, hingga penghapusan sistem slot dan permintaan perbaikan layanan bantuan driver.
Selain menyuarakan tuntutan kepada aplikator, FOYB juga mendatangi kantor DPRD DIY untuk menyampaikan aspirasi yang belum ditindaklanjuti di tingkat pusat. Mereka berharap DPRD dapat memberikan dukungan terhadap rencana keberangkatan mereka ke Jakarta pada 20 November 2025 mendatang, yang akan dilakukan bersama mitra dari 13 daerah lainnya secara serentak dengan menggunakan sepeda motor.
Aksi nasional tersebut akan membawa aspirasi bersama dari seluruh Indonesia untuk mendorong pembentukan regulasi transportasi online yang berpihak kepada para pengemudi.
"Jadi kami hadir disini juga meminta dukungan dari DPRD Provinsi untuk membantu keberangkatan kami ke Jakarta yang akan dilaksanakan 20 November 2025. Serentak dengan 13 daerah di Indonesia, menggunakan sepeda motor dari masing-masing daerah dan kami meminta support kepada DPRD DIY. Ada empat tuntutan yang akan kami bawa," ungkapnya.
Ketua FOYB, Rie Rahmawati dengan tegas menyampaikan keinginan para pengemudi untuk bisa bertemu langsung dengan Presiden RI.
"Apakah kita bisa meminta tolong untuk bertemu dengan Bapak Presiden. Karena belum ada tanggapan untuk permasalahan ojol yang sudah 10 tahun, dari kemenhub belum ada, dari DPR RI juga belum matang apalagi dari Presiden. Apakah bisa kami meminta tolong kepada dewan yang dari Partai Gerindra untuk bertemu dengan Bapak Presiden," ujarnya.
Respons DPRD DIY
Dalam kesempatan ini, Anggota Komisi C DPRD DIY, Amir Syarifudin yang menerima audiensi dari para ojek online ini menyatakan bahwa pihaknya akan menyampaikan aspirasi para pengemudi ini ke tingkat pusat. Ia juga menyoroti sistem aplikasi yang memungkinkan satu pengemudi menerima tiga pesanan di tiga lokasi berbeda dengan tarif yang tidak sebanding.
"Kalau analisa kami satu lokasi 10 menit berarti kali 3, jadi 30 menit dengan biaya tidak ada tambahan. Ini kan merugikan ojol, ini yang harus dapat perhatian," kata Amir.
Meski begitu, ia menyampaikan DPRD DIY tidak memiliki kewenangan untuk mengubah regulasi nasional, namun Amir mengatakan akan menjadi saluran aspirasi kepada DPR RI.
"Kalau kewenangan di pusat kita tidak bisa apa apa, tetapi kita bisa menyampaikan melalui kanal kita. Tentu kita support terkait konvoi yang akan digelar serental, tetapi supportnya sudah disampaikan harus tertib, harus ikut menjaga ketertiban nasional dan mempertimbangkan dampak kemacetan yang akan terjadi disana," ujarnya.
Aksi akan kemudian diakhiri di Titik 0 KM Yogyakarta, di mana dibuka Mimbar Bebas Orasi. Melalui mimbar ini, mitra akan menyampaikan pernyataan tegas bahwa komunitas ojek online (Ojol) Yogyakarta mampu melaksanakan penyampaian aspirasi di muka umum dengan menjunjung tinggi kondusivitas, yang meliputi ketertiban, keamanan, dan kenyamanan bagi seluruh masyarakat.