WFP: Gaza Kini Sangat Membutuhkan Bantuan Pangan Skala Besar

2 hours ago 2
Anak-anak Palestina antre untuk mendapatkan makanan di Rafah, Jalur Gaza.Anak-anak Palestina antre untuk mendapatkan makanan di Rafah, Jalur Gaza.

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Program Pangan Dunia (WFP) memperingatkan pada hari Selasa bahwa Jalur Gaza kini sangat membutuhkan bantuan pangan skala besar, di tengah bencana kemanusiaan yang sedang berlangsung.

Dalam pernyataannya, WFP menekankan upaya kemanusiaan di Gaza harus terus maju, menyelamatkan nyawa, jangan sampai mundur.

Badan tersebut menekankan kebutuhan mendesak untuk segera memperluas bantuan pangan guna memastikan masyarakat tidak menghadapi kelaparan.

“Masyarakat Gaza membutuhkan bantuan pangan dalam skala besar saat ini,” demikian pernyataan WFP, dinukil Days of Palestine, Rabu. WFP juga menekankan bahwa pemulihan pasokan pangan yang teratur dan andal sangat penting untuk mencegah penderitaan lebih lanjut.

Selain itu, WFP menyerukan akses kemanusiaan yang aman dan tanpa hambatan untuk memungkinkan distribusi bantuan pangan yang terorganisir di seluruh Jalur Gaza tanpa penundaan.

Kantor Media Pemerintah di Gaza sebelumnya mencatat ribuan truk makanan terjebak di persimpangan dan dicegah pendudukan Israel. Padahal lebih dari 2 juta orang di Gaza masih menderita kelaparan yang menjadi bencana paling dahsyat di abad kekinian.

Tuntutan Hamas dalam Perundingan di Kairo

Sampai saat ini, negosiasi gencatan senjata terus dilakukan. Terbaru, dalam negoisasi yang dimediasi Mesir, Hamas telah menyampaikan daftar rinci tuntutan inti yang bertujuan mengakhiri genodisda Israel di Jalur Gaza dan menjamin stabilitas jangka panjang bagi penduduknya.

Juru Bicara delegasi Hamas Fawzi Barhoum, menyatakan delegasi pihaknya berusaha untuk “mengatasi semua hambatan” guna mencapai kesepakatan yang mencerminkan “aspirasi rakyat kami di Gaza.”

Tuntutan utama kelompok ini meliputi: Gencatan senjata permanen dan menyeluruh, penarikan penuh pasukan Israel dari seluruh wilayah Gaza, bantuan kemanusiaan dan pemulihan tanpa hambatan.

Kemudian pemulangan pengungsi ke rumah mereka, rekonstruksi segera Gaza di bawah pengawasan badan teknokratis Palestina, dan perjanjian pertukaran tahanan yang adil.

Barhoum mengaku kecewa lantaran Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sengaja "menghalangi dan menggagalkan" putaran negosiasi saat ini dan sebelumnya.

Ia menambahkan, "Meskipun ada kekuatan brutal, dukungan tak terbatas, dan kemitraan penuh Amerika dalam perang pemusnahan ini, mereka telah gagal dan akan terus gagal untuk menciptakan kemenangan palsu."

Negosiasi terus berlanjut di tengah meningkatnya tekanan internasional untuk mengakhiri genosida, yang telah menyebabkan konsekuensi kemanusiaan yang menghancurkan di Jalur Gaza.

Dua Tahun Genosida Jadi Periode Paling Berdarah bagi Tahanan Palestina

Lembaga tahanan Palestina mengonfirmasi dua tahun terakhir menjadi periode paling berdarah dan paling brutal dalam sejarah gerakan tahanan Palestina.

Para tahanan warga Palestina di dalam penjara Israel terus berada dalam penyiksaan, penganiayaan, dan kebijakan pemusnahan sistematis yang menargetkan tahanan. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya.

Menandai dua tahun sejak dimulainya genosida Israel di Gaza, lembaga tersebut merilis laporan berisi fakta yang merinci kenyataan suram yang dihadapi ribuan tahanan Palestina yang ditahan Israel.

Menurut laporan tersebut, hingga awal Oktober 2025, lebih dari 11.100 warga Palestina dipenjara oleh Israel. Hal ini menjadi jumlah tertinggi sejak pecahnya Intifada Kedua pada tahun 2000.

Angka ini tidak termasuk ratusan tahanan yang ditahan di kamp militer yang dikelola tentara Israel.

Dari total tersebut, 3.544 tahanan ditahan di bawah penahanan administratif tanpa dakwaan atau pengadilan, proporsi tertinggi yang pernah tercatat.

Selain itu tercatat pula 2.673 tahanan diklasifikasikan sebagai "kombatan ilegal".

Klasifikasi ini juga mencakup tahanan Arab dari Lebanon dan Suriah, dan banyak dari Gaza yang ditahan di kamp militer. Sebelum genosida dimulai, ada sekitar 5.250 tahanan, termasuk 40 wanita dan 180 anak-anak, dengan sekitar 1.320 tahanan administratif.

Laporan tersebut mengungkapkan 77 tahanan telah meninggal dalam penjara Israel sejak Oktober 2023 akibat penyiksaan, kelaparan, kelalaian medis, dan kondisi yang tidak manusiawi.

Puluhan lainnya dari Gaza masih menjadi korban penghilangan paksa. Pendudukan Israel juga menahan jenazah 85 tahanan yang meninggal dalam tahanan, 74 di antaranya terbunuh sejak dimulainya genosida.

Sejak 1967, total 314 tahanan Palestina telah tewas di tahanan Israel, menurut kelompok-kelompok hak asasi manusia.

Lembaga-lembaga tahanan menegaskan apa yang terjadi di dalam penjara-penjara Israel termasuk kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pelanggaran yang dilaporkan meliputi penyiksaan sistematis, pembunuhan, kelaparan, penyebaran penyakit yang disengaja. Selain itu penolakan perawatan medis, serangan seksual, pemerkosaan, dan kurungan isolasi massal.

Mereka menggambarkan praktik-praktik ini sebagai bagian dari kebijakan penghancuran fisik dan psikologis yang berkelanjutan yang bertujuan memberantas gerakan tahanan Palestina, sebuah kelanjutan kampanye genosida Israel yang lebih luas.

Kesaksian dari para tahanan Gaza yang baru saja dibebaskan telah mengungkap kebrutalan ekstrem yang dilakukan pasukan Israel. Termasuk penyiksaan fisik dan psikologis yang parah, kelaparan yang disengaja, kejahatan medis, dan kekerasan seksual.

Setidaknya 46 tahanan Gaza telah dipastikan tewas, dari 77 tahanan yang tewas sejak dimulainya perang, sementara puluhan lainnya masih belum diketahui keberadaannya.

Pendudukan Israel telah mendirikan kamp-kamp penahanan baru dan bagian-bagian penjara khusus untuk menahan tahanan Gaza, termasuk kamp Sde Teiman yang terkenal kejam.

Bahkan saat ini menjadi simbol penyiksaan dan pembunuhan di luar hukum, dan Bagian Rakevet bawah tanah di Penjara Ramla, yang terkenal dengan penghilangan paksa dan penyiksaan sistematis.

Sebagian besar tahanan Gaza diklasifikasikan oleh dinas penjara Israel sebagai “pejuang yang tidak sah,” sebuah kerangka hukum yang dikecam luas karena melegitimasi penyiksaan dan penahanan tanpa batas waktu.

Kantor Informasi Tahanan menggambarkan situasi itu sebagai "perang paralel" yang dilancarkan terhadap tahanan Palestina di dalam penjara Israel, yang ditandai kelaparan yang disengaja, pengabaian medis, isolasi, dan penghilangan paksa, terutama yang menargetkan tahanan dari Gaza.

Mila

Read Entire Article
Food |