AI dalam Radiologi Pencitraan: Mengefisiensikan Cara Kerja atau Justru Merampas Pekerjaan Ahli Radiologi?

3 hours ago 1

Image Silvi Setya Alifia. S

Iptek | 2025-10-06 17:19:42

Foto : The Future of AI (Sumber : The Future of AI | Your Site Name https://www.iqraconsultancy.in/blogs/the-future-of-ai)

Dalam lini tahun terakhir, penerapan Kecerdasan Buatan (AI) di berbagai bidang semakin tersoroti, terutama karena potensinya yang luar biasa dalam merevolusi cara kerja manusia, meskipun juga menimbulkan kekhawatiran akan penggantian banyak profesi saat ini. AI, yang dulunya terbatas pada konsep fiksi ilmiah, kini telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, mulai dari asisten virtual seperti Siri dan Alexa yang membantu tugas rumah tangga, hingga algoritma canggih di sektor keuangan yang memprediksi tren pasar dengan akurasi tinggi. Di bidang manufaktur, robot berbasis AI mengotomatisasi lini produksi, mengurangi kesalahan manusia dan meningkatkan efisiensi hingga 50% di beberapa pabrik. Sementara itu, di dunia pendidikan, platform AI seperti Duolingo atau tutor virtual menyesuaikan pembelajaran secara personal, membuat akses pengetahuan lebih inklusif.

Meski demikian, perspektif optimis menekankan kolaborasi daripada penggantian. AI bukanlah musuh, melainkan mitra yang memperkuat kemampuan manusia, membebaskan waktu untuk tugas kreatif dan strategis. Di radiologi, misalnya, dualisme tugas antara AI dan ahli manusia justru meningkatkan diagnosis yang lebih cepat dan akurat, menyelamatkan nyawa lebih banyak pasien. Untuk menghadapi era ini, pendidikan dan pelatihan ulang menjadi kunci, agar pekerja bisa beradaptasi dengan teknologi yang terus berkembang. Pada akhirnya, penerapan AI bukan hanya tentang efisiensi, tapi juga tentang membentuk masa depan yang lebih adil dan inovatif bagi semua.

AI turut andil dalam dunia radiologi sendiri sebenarnya sudah lama menggait tingginya skor perhatian yang begitu besar. Tanpa alasan, hal ini dilatarbelakangi dengan harapan kecanggihan ini dapat meningkatkan akurasi dan efisiensi proses diagnostik dalam lapisan lingkup radiologi. AI sendiri telah menawarkan berbagai potensi keuntungan di setiap tahap alur kerja pencitraan, mulai dari penentuan jenis pemeriksaan yang paling tepat hingga penyampaian hasil pemeriksaan kepada pasien. Namun dibalik segala kecanggihan dan kemudahan itu, integrasi AI dalam radiologi juga memunculkan berbagai pertanyaan tajam tentang apakah AI dapat menjadi teman bagi para Radiolog? Atau justru akan mencuri pekerjaan mereka? Bagaimana Ahli Radiologi masih berguna bila AI berperan menggantikannya dalam segi penyampaian data hasil diagnosis? Dalam artikel ini, Kita akan mengupas tuntas segala pertanyaan cemas tersebut bersama-sama.

Meskipun AI pertama kali diterapkan dalam radiologi untuk mendeteksi mikrokalsifikasi pada mamografi pada tahun 1992, namun sebenarnya teknologi canggih ini baru mendapatkan perhatian yang lebih besar dari sebelumnya. Kecerdasan Buatan (AI) secara signifikan telah merubah banyak bentang pencitraan diagnostik dalam layanan dasar kesehatan. Teknologi ini, telah mengintegrasikan algoritma canggih dan pembelajaran mesin, yang membuahkan kemajuan signifikan dalam efisiensi dan pertajaman citra medis seperti sinar-X, MRI, dan CT scan. Dalam hal pencitraaan ini AI dapat menginterpretasikan hasil gambar dengan sangatlah akurat. Dengan melalui tiga cara yakni machine learning untuk mengenali pola gambar medis, deep learning untuk menganalisis gambar medis dengan akurasi tinggi, dan computer vision untuk memeriksa gambar visual. Maka dapat terlihat dari ketiga komponen yang membuahkan citra akurat tersebut bahwasanya radiologi telah mengalami perubahan fundamental dalam cara menginterpretasi gambar medis dan mendiagnosis penyakit. Sehingga ketiga komponen inilah pula yang menjadi dasar dari terciptanya efisiensi dalam dunia radiologi.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, telah nampak bahwasanya integrasi AI Radiologi ke dalam pencitraan diagnostik telah mengantarkan era baru diagnosis yang akurat dan konsisten. Salah satu contoh nyata dari akurasi proses diagnostic yang canggih ini adalah penggunaan AI Radiologi dalam mendeteksi kanker payudara. Salah satu bentuk integrasi AI ini telah terlaksana pada perusahaan seperti iCAD yang menggunakan algoritma pembelajaran mesin untuk menganalisis mammogram, mengidentifikasi tanda-tanda awal penyakit, dan membantu ahli radiologi membuat diagnosis yang lebih tepat. Hal ini telah menghasilkan luaran pasien yang lebih baik dan penurunan jumlah diagnosis positif palsu. Solusi Kesehatan Payudara iCAD menghadirkan solusi perangkat lunak canggih untuk tomosintesis payudara digital (DBT), densitas payudara, mamografi 2D, dan penilaian risiko yang dipersonalisasi. Solusi kanker payudara yang inovatif ini menawarkan beragam alat bagi dokter untuk mendukung deteksi dan analisis penyakit.

Berdasarkan hasil survey dari laman https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0720048X24003061. Beberapa khalayak ahli radiologi beranggapan bahwasanya "AI ialah sebagai alat yang berharga untuk meningkatkan deteksi dan karakterisasi anomali, namun banyak ahli radiologi, terutama yang lebih muda, merasa literasi AI mereka tidak memadai." Berdasarkan hal ini, maka dapat diketahui bahwa AI tidak akan sepenuhnya menggantikan radiolog. Namun, AI akan mengubah cara kerja mereka menjadi lebih efisien dan akurat dengan kecanggihannya. Tetapi dibalik kenyamanan dan kemudahan itu, Radiolog juga perlu beradaptasi dengan perkembangan AI dengan belajar atau memperdalam literasi AI guna dapat merangkul perkembangan AI untuk waktu kedepannya sebagai teman bukanlah sebagai saingannya dalam hal citra medis nantinya. Maka tak dapat dipungkiri bahwasanya AI memang tidak akan menggantikan ahli radiologi. namun, untuk mereka (radiolog) yang fasih dan paham AI akan menggantikan mereka yang kurang pemahaman atau tidak berkemampuan dalam system kolaborasi dengan AI ini.

Kabar menggembirakan bagi para ahli radiologi terdengar pada 14 Mei di New York Times, sebab ternyata prediksi yang dituturkan oleh tokoh AI sekaligus Ilmuwan computer Geoffrey Hinton, PhD, pada tahun 2016 ini ternyata terbukti meleset. Hinton menuturkan kembali dan mengakui kesalahannya bahwasanya ia berbicara terlalu luas pada tahun 2016 dan tidak menjelaskan secara jelas bahwa ia hanya berbicara tentang analisi gambar, Ia juga menuturkan bahwa ia salah dalam hal waktu, tetapi tidak dalam hal arah. Hingga ia membuat prediksi baru dan mengatakan bahwa Sebagian besar interpretasi citra medis akan dilakukam oleh "kombinasi AI dan Ahli radiologi, yang akan membuat kinerja para ahli radiologi jauh lebih efisien selain meningkatkan akurasi.

Pengembangan teknologi AI berpotensi untuk diintegrasikan ke dalam radiologi dengan cara yang dapat meningkatkan manfaat klinisnya. Namun, penting untuk secara cermat mempertimbangkan masalah klinis apa yang paling sesuai untuk teknologi ini dan menerapkannya secara selektif untuk memastikan keberhasilan implementasinya. Pencitraan diagnostik telah mengubah praktik klinis dan penelitian modern, tetapi pertumbuhan pesatnya juga menimbulkan berbagai tantangan, termasuk penggunaan yang kurang optimal, biaya layanan pencitraan yang tinggi, dan volume pemeriksaan yang besar. Hal ini menciptakan tekanan bagi ahli radiologi yang berupaya membaca gambar dengan cepat dan akurat.

Seiring dengan perkembangan yang begitu pesat dari sistem AI yang mampu mendeteksi pola pada citra medis dengan akurasi tinggi, hadirnya pendekatan dualisme ini tidak hanya mengoptimalkan efisiensi tapi juga membuka peluang baru bagi profesional untuk fokus pada aspek kreatif dan interpretatif yang lebih kompleks.

Lantas, setelah adanya kolaborasi tugas dalam analisis citra medis ini? Apakah Anda masih bertanya-tanya soal potensi lenyapnya lapangan kerja yang bisa kemunduran bagi para ahli radiologi saat ini? Singkat cerita, jawabannya tidak, tidak sekarang bagi ahli radiologi yang bersahabat dengan kecerdasan buatan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Food |