Anak Lebih Rentan DBD, Ini Gejala yang Perlu Diwaspadai

4 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia menunjukkan peningkatan. Hingga Mei 2025, Kementerian Kesehatan mencatat lebih dari 56 ribu kasus dengan 250 kematian. Beberapa daerah turut melaporkan lonjakan kasus, misalnya Tasikmalaya yang mencatat 607 kasus sepanjang Januari-September.

Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM Prof Eggi Arguni mengatakan anak-anak menjadi kelompok paling rentan terhadap infeksi dengue. Kasus terbanyak di Indonesia masih didominasi oleh usia anak, terutama di bawah 10 tahun. Karenanya penting bagi orang tua untuk mengetahui gejala DBD agar dapat melakukan deteksi dini dan mencegah kondisi memburuk. Adapun gejala yang perlu diwaspadai meliputi sakit perut hebat, muntah terus-menerus, perdarahan pada gusi atau kulit, serta tubuh yang terasa sangat lemas.

"Bila gejala ini muncul, pasien harus segera dibawa ke puskesmas atau rumah sakit agar dapat ditangani sedini mungkin, sebab penanganan cepat dapat mencegah kondisi menjadi lebih berat," kata Prof Eggi dalam keterangan tertulis, dikutip pada Selasa (7/10/2025).

Eggi menjelaskan, anak rentan dengue karena sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna serta tingginya paparan di lingkungan rumah dan sekolah. la juga mengingatkan bahwa bayi dapat mengalami gejala lebih berat karena adanya antibodi dari ibu yang bisa memperparah infeksi dengue.

Menurut Eggi, kasus DBD kini sudah tersebar di seluruh Indonesia, namun kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, Makassar, dan Medan masih mencatat tingkat endemisitas tertinggi. Faktor utamanya adalah kepadatan penduduk dan lingkungan yang mendukung perkembangan nyamuk Aedes aegypti, vektor penyebar virus dengue.

Eggi mengatakan belum ada obat khusus untuk menyembuhkan infeksi dengue. Penanganan bersifat suportif, seperti pemberian cairan, obat penurun demam, hingga transfusi darah jika terjadi perdarahan berat. Karena itu, pencegahan menjadi kunci utama dalam mengatasi penyebaran penyakit ini.

"Salah satunya melalui gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan prinsip 3M Plus. Langkah ini mencakup menguras, menutup, dan mendaur ulang tempat penampungan air, ditambah berbagai inovasi seperti memelihara ikan pemakan jentik dan melakukan fogging bila diperlukan," kata dia.

la juga mengingatkan masyarakat agar lebih sadar akan waktu aktif nyamuk Aedes aegypti yang berbeda dengan nyamuk biasa. "Justru mereka paling agresif di pagi sampai sore hari, terutama di lingkungan rumah," jelas Eggi.

Sebagai bagian dari upaya pencegahan, Eggi menyambut baik kehadiran vaksin dengue yang kini sudah tersedia di Indonesia. Vaksin ini bisa diberikan kepada usia empat hingga 60 tahun dalam dua dosis dengan jarak tiga bulan, dan sangat direkomendasikan untuk masyarakat yang tinggal di daerah endemis. Namun, vaksin ini mash tersedia secara mandiri di rumah sakit atau klinik swasta, dan belum masuk program nasional.

Eggi berharap pemerintah dapat segera memasukkan vaksin dengue ke dalam program vaksinasi nasional agar biaya vaksinasi lebih terjangkau oleh masyarakat luas. la juga mengingatkan bahwa penanggulangan dengue adalah tanggung jawab bersama.

"Tidak ada satu cara pencegahan yang paling efektif. Semua upaya harus dilakukan bersama, mulai dari menjaga kebersihan, PSN, vaksinasi, hingga edukasi masyarakat," kata dia.

Read Entire Article
Food |