REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI-- Keberhasilan para pelaku industri kue rumahan sangatlah bergantung pada bahan baku yang mereka gunakan. Sebagian besar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang memproduksi jajanan pasar tradisional, seperti apem, surabi, nagasari, kue lapis pelangi, pancong, cucur dan putu ayu, sangat mengandalkan bahan baku untuk mempertahankan kualitas produknya. Salah satu bahan baku yang menjadi andalan adalah tepung beras.
Semua UMKM kue tradisional yang berada di Kota Bandung dan Cimahi, Jawa Barat, memilih tepung beras kemasan bermerek sebagai bahan andalan para pelaku usaha industri kue rumahan itu. Namun, tepung beras kemasan bermerek yang dibuat dari beras pecah impor tersebut, kini mulai dibatasi bahan bakunya.
Para pembuat dan pedagang kue tradisional, seperti surabi, talam, nagasari dan lapis pelangi mengaku, tepung beras kemasan bermerek jadi pilihan karena kualitasnya jauh lebih unggul. Yakni, baik dari segi tekstur, rasa dan tampilan. Hal ini karena sangat mempengaruhi pendapatan usaha mereka, jika dibanding menggunakan tepung beras giling berbahan dasar beras lokal.
Menurut Afwa Latifah (35), penjual surabi yang akrab dipanggil Teh Dini, perbedaan kualitas antara tepung beras kemasan bermerek dengan tepung beras giling yang sudah terlihat jelas sejak adonan pertama kali dicampur. Teh Dini sendiri, sehari-hari berjualan di Jl. Jendral Sudirman Gang M. Idris, Cimahi.
“Kalau yang tepung beras kemasan warnanya lebih putih. Setelah adonannya matang, saat dimakan rasanya lebih lembut dan berpori bagus, seperti bika ambon. Kalau tepung giling (beras lokal) warnanya kuning dan hasil akhirnya lebih lembek. Secara takaran sama, tapi mengembangnya beda sekali,” ujar Teh Dini, Jumat (12/12/2025).
Senada dengan Teh Dini, Nun, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lainnya mengungkapkan, surabi yang dibuat dari tepung beras kemasan bermerek lebih disukai pembeli karena teksturnya lebih stabil. Pembeli dari berbagai wilayah di Bandung, seperti Buah Batu, Cibaduyut, Mekar Indah, hingga kawasan Dago banyak yang menggemari surabi dagangannya karena memakai tepung beras kemasan bermerek.
“Rasanya konsisten, tidak berubah-ubah dibanding menggunakan tepung beras giling yang berbahan baku beras lokal,” katanya.
Kue Surabi Aa Nun, menghabiskan dua kilogram adonan surabi dengan omzet sekitar Rp300 ribu per hari. Kemudahan dan kepraktisan saat pembuatan kue menjadi faktor terbesar mengapa pedagang kue tradisional ini lebih memilih tepung beras kemasan bermerek. Teh Dini mengatakan, tepung beras lokal membutuhkan proses yang lebih panjang karena harus digiling sendiri di pasar dan hasil gilingannya pun tidak selalu halus.
“Tepung dari gilingan beras lokal itu lebih kasar. Prosesnya lama, nggak kayak yang kemasan. Kalau tepung beras kemasan tinggal adonin aja. Buat kita jauh lebih simpel, nggak banyak kerjaan tambahan,” ujar Nursalim Sidik (36), suami Teh Dini yang sama-sama menjalankan usaha keluarga.
Kemudahan akses untuk mendapatkan produk tepung beras sebagai bahan baku pembuatan kue juga menjadi pertimbangan sejumlah UMKM. Tepung beras giling dari beras lokal tidak tersedia setiap saat, sementara tepung beras kemasan bermerek bisa dibeli kapan saja di toko dan distributor dengan harga yang lebih stabil dan terjangkau.
Pendapat serupa datang dari Sukirman (40), pembuat kue talam dan lapis pelangi. Sukirman yang merupakan pemilik UMKM Lapis Azka Talam, mengaku pernah bereksperimen menggunakan tepung giling dari beras lokal, namun hasilnya tidak layak jual. Tekstur kue talam dan lapis pelangi dari tepung giling menjadi lembek, kurang kenyal dan tidak bisa mengembang sempurna dibanding menggunakan tepung beras kemasan bermerek.
“Kalau pakai tepung beras kemasan teksturnya lebih lembut. Kue talam jadi lebih kenyal, sementara untuk lapis pelangi jadi lebih halus. Kalau pakai tepung beras lokal, hasilnya lebih keras dan kurang lembut,” kata Sukirman yang rata-rata memproduksi satu macam kue sebanyak 2.000 potong per hari.
Selain kualitas, kata Sukirman, pilihannya menggunakan tepung beras kemasan bermerek juga membantu para pelaku usaha menekan biaya produksi. Tepung beras lokal memerlukan proses giling yang lebih mahal dan memakan waktu. Sedangkan tepung beras kemasan bermerek tidak hanya lebih praktis tetapi juga lebih mudah diukur takarannya, sehingga memudahkan konsistensi produk kue yang dihasilkan.
UMKM Lapis Azka Talam yang terletak di Jl. Karang Anyar, Cimahi, kini memiliki tiga karyawan dengan omzet mencapai Rp1,5 juta per hari untuk satu jenis kue. Kini usaha yang dikenal dengan julukan “Kue Lapis Bokir” tersebut memasarkan produknya ke berbagai wilayah seperti Cimahi, Cililin, Batujajar, hingga toko-toko kue di Kota Bandung.

3 hours ago
3





























:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5344879/original/037827700_1757495713-Kota_Semarang.jpg)












