Calya Kemal Alisha
Info Terkini | 2025-10-06 16:19:05
Di balik layar peta digital yang ramai dengan ikon motor bergerak, ada kisah nyata penuh tekanan. Para driver ojek online (ojol) setiap hari berpacu bukan hanya dengan waktu, tetapi juga dengan target pendapatan dan persaingan yang kian sengit. Demi memenuhi kebutuhan hidup, mereka rela menembus terik panas, hujan deras, hingga jalanan macet, meski sering kali rasa lelah dan tekanan mental menjadi teman sehari-hari. Pertanyaannya, sampai kapan roda perjuangan ini bisa terus berputar tanpa mengorbankan kesehatan dan kesejahteraan mereka?
Di Kota Surabaya, driver ojek online (ojol) mengungkapkan keresahannya. Setiap hari mereka harus mendapat 15 order untuk mendapatkan bonus. Jika tidak ya makan seadanya, sambil menunggu orderan di pangkalan ojol dekat stasiun.
Persaingan ketat antar driver ojek online di Surabaya. Sumber illustrasi: Youtube
Sistem target dan rating yang diterapkan platform memang meningkatkan kualitas layanan, namun di sisi lain menciptakan tekanan psikologis luar biasa bagi driver. Mereka dipaksa bekerja 12-16 jam sehari, mengabaikan waktu istirahat, bahkan melewatkan momen bersama keluarga.
Persaingan Ketat di Era Oversupply
Data dari berbagai platform menunjukkan jumlah driver terus bertambah, sementara pertumbuhan pengguna tidak sebanding. Akibatnya, persaingan antar driver semakin brutal. Driver senior mengeluh orderan yang dulunya mudah didapat, kini harus bersaing dengan ribuan driver baru.
Menurut pengakuan salah satu driver ojek online (ojol) yang ditemui oleh Wisnu Syawal di Surabaya, "Memang benar sekarang mulai ketat persaingannya, pendaftaran tidak terlalu susah, tapi ongkos yang diterima mitra itu sedikit karena kebanyakan potongan untuk aplikasi." Pernyataan ini mengungkap realitas pahit yang dihadapi para driver, di mana kemudahan bergabung dengan platform justru menciptakan paradoks tersendiri. Meskipun proses registrasi dibuat mudah untuk menarik lebih banyak mitra, dampaknya adalah oversupply driver yang mengakibatkan persaingan semakin brutal.
Ironisnya lagi dari tarif yang sudah dipotong oleh sistem dan persaingan harga antar platform, driver harus kembali menyerahkan persentase signifikan kepada perusahaan aplikasi sebagai komisi. Struktur pembagian pendapatan yang tidak seimbang ini membuat penghasilan bersih driver menjadi jauh lebih kecil dari ekspektasi awal, bahkan terkadang tidak sebanding dengan risiko, waktu, dan tenaga yang mereka investasikan setiap harinya di jalan.
Salah satu driver ojek online mengungkapkan bahwa dulu pada tahun 2018 untuk mendapatkan orderan sangat mudah, sekitar 20-25 dalam sehari. Seiring berjalannya zaman driver ojek online melonjak naik sehingga semakin ketat dan semakin susah untuk mendapatkan orderan dalam sehari. Situasi ini memaksa mereka beroperasi di area yang lebih jauh dan berisiko tinggi demi mendapat orderan.
Fluktuasi Pendapatan yang Mencekik
Berbeda dengan pekerja formal yang mendapat gaji tetap, driver ojek online hidup dalam ketidakpastian pendapatan. Hujan, macet parah, atau kondisi politik tertentu mengurangi pendapatan mereka secara drastis.
Salah satu driver ojek online (ojol) di Surabaya bercerita bagaimana pendapatannya anjlok 60 persen saat PPKM. Tabungan habis, terpaksa hutang sana-sini. Untung ada program bantuan pemerintah, kenangnya.
Rating: Pedang Bermata Dua
Sistem rating 1-5 bintang memang mendorong pelayanan berkualitas, namun juga menjadi momok tersendiri. Rating di bawah 4,7 bisa mengurangi jumlah orderan yang diterima. Ironisnya, banyak faktor di luar kontrol driver yang mempengaruhi rating, seperti kemacetan atau cuaca buruk.
"Pernah dapat rating jelek gara-gara hujan deras, orderan jadi susah masuk seminggu," keluh Mas Rian, driver muda yang baru setahun bergabung.
Risiko Kesehatan dan Keselamatan Terabaikan
Tuntutan target membuat driver mengabaikan aspek kesehatan dan keselamatan. Mereka sering melewatkan waktu makan, kurang istirahat, dan mengendarai motor dalam kondisi lelah. Belum lagi risiko kecelakaan yang mengintai setiap saat.
Data kepolisian menunjukkan tingkat kecelakaan melibatkan driver ojek online cenderung meningkat, terutama pada jam sibuk dan malam hari ketika mereka mengejar target.
Solusi Humanis untuk Industri Digital
Pemerintah dan platform perlu duduk bersama mencari solusi yang lebih humanis. Beberapa langkah yang bisa ditempuh:
Pertama, mengatur batas waktu kerja maksimal untuk mencegah kelelahan berlebihan. Kedua, menyediakan program asuransi kesehatan dan keselamatan yang komprehensif. Ketiga, membuat sistem rating yang lebih adil dengan mempertimbangkan faktor eksternal. Keempat, memberikan edukasi financial literacy agar driver bisa mengelola keuangan dengan lebih baik. Serta membuka jalur komunikasi yang lebih terbuka antara platform dan driver untuk menampung aspirasi.
Transformasi digital memang membawa kemajuan, namun tidak seharusnya mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan. Driver ojek online adalah mitra yang berkontribusi besar bagi perekonomian digital nasional. Sudah saatnya mereka mendapat perlindungan dan kesejahteraan yang memadai.
Ketika memesan ojek online melalui aplikasi, ingatlah bahwa di balik layar ada seorang manusia yang berjuang menghidupi keluarga. Mereka layak mendapat penghormatan dan kesejahteraan yang pantas sebagai mitra dalam ekosistem digital Indonesia.
Fenomena transportasi berbasis aplikasi mencerminkan kompleksitas transformasi ekonomi digital di era kontemporer. Studi kasus ini menunjukkan bahwa dibalik kemudahan akses transportasi, terdapat dinamika sosial-ekonomi yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pemangku kepentingan. Pendekatan holistik yang mempertimbangkan aspek regulasi, kesejahteraan pekerja, dan pengembangan kapasitas menjadi kunci dalam mengoptimalkan manfaat sistem ini bagi seluruh pemangku kepentingan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.