Jangan Asal Percaya, Jadilah Generasi Kritis di Tengah Banjir Disinformasi

21 hours ago 3

Image Biyas Agdila

Eduaksi | 2025-10-17 07:52:38

Di era digitalisasi ini, informasi terus mengalir tanpa henti. Di setiap detiknya, media sosial selalu bermunculan berita, opini, dan seolah menawarkan kebeneran dalam berbagai konten. Namun, di tengah derasnya arus informasi tersebut, terselip bahaya yang sering terlepas dari perhatian publik, yaitu disinformasi. Disinformasi adalah informasi palsu yang sengaja disebarkan dengan tujuan mempengaruhi opini masyarakat. Hal ini akan mengancam kemampuan masyarakat untuk berpikir secara kritis.

Disinformasi di media sosial saat ini menjadi senjata digital yang dapat memecah belah masyarakat. Kita sering melihat berita HOAX tentang isu politik, agama, atau kesehatan biasanya lebih cepat menyebar daripada klarifikasinya. Mirisnya, banyak masyarakat langsung mempercayainya dan langsung menyebarkan informasi terebut tanpa mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu.

Kebiasaan “mudah percaya dan sebarkan” inilah yang membuat diri sendiri dan masyarakat mudah terperangkat dalam jebakan informasi palsu. Generasi kritis seharusnya menjadi generasi yang tidak hanya taat aturan, tetapi juga mampu berpikir logis, reflektif, dan terbuka terhadap perbedaan. Ketika berita disebarkan tanpa mencari kebenaran, maka artinya masyarakat ikut memperkuat rantai penyebaran disinformasi. Generasi yang kritis seharusnya tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang bisa membuat emosi.

Mereka harus terbiasa memahami sumber informasi, mencari bukti, dan menimbang logika di setiap isu yang beredar.Oleh karena itu, dengan adanya tantangan digital ini, pendidikan kewarganegaraan sangatlah penting, bukan hanya untuk siswa namun untuk khalayak. Pembelajaran tidak cukup hanya mengajarkan hak dan kewajiban warga negara, tetapi juga mengajarkan keterampilan berpikir kritis dan literasi media.

Selain itu lembaga pendidikan, media massa, dan pemerintah melalui kementrian komunikasi dan informatika (Kominfo) sangat berperan penting untuk mengajak siswa dan masyarakat agar memahami bagaimana algoritma media sosial bekerja, bagaimana mengenali bias dan propaganda dalam berita, serta bagaimana informasi dapat dimanipulasi. Agar masyarakat tidak bergantung pada sumber yang tidak jelas, pemerintah harus mendorong transparansi informasi publik.

Media bertugas menjaga integritas jurnalistik dengan memeriksa verifikasi dan akurasi berita. Lembaga pendidikan harus memberi sosialisasi mengenai bahayanya disinformasi ini pada siswanya yang dimana sebagai generasi digital. Para pengguna media sosial harus selalu sadar bahwa setiap klik, komentar dan bagikan unggahan memiliki dampak sosial yang nyata.

Kemampuan dimana kita memilah mana yang benar dan mana yang berkelok-kelok merupakan tantangan terbesar di era banyaknya informasi yang tersebar. Sebagai kewarganeraan digital yang penting kita dituntut untuk tidak pasif dalam menghadapi arus informasi, namun dituntut aktif, cerdas, dan bertanggung jawab dalam menyebarkan informasi. Sebab, menjadi generasi di era digital ini bukan hanya soal eksis di media sosial, melainkan bagaiamana kita menjaga nalar tetap jernih di tengah banjirnya informasi.

Jadi, pastikan sebelum menekan tombol “bagikan” pada informasi yang kita baca, tanyakan pada diri sendiri: apakah informasi ini benar? Apakah informasi ini bermanfaat? Karena di era informasi yang terus mengalir tanpa henti, menjadi generasi yang kritis bukan lagi pilihan melainkan kewajiban.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Food |