Tentara Israel memeriksa lokasi yang terkena serangan rudal langsung yang diluncurkan dari Iran di Tel Aviv, Israel, pada Ahad, 22 Juni 2025.
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Brigadir Jenderal Ali Fazli, wakil koordinator Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), mengkonfirmasi pada Kamis bahwa Iran telah mempersiapkan potensi konfrontasi dengan musuh selama bertahun-tahun. Ia menyatakan bahwa rudal yang digunakan menyerang Israel selama 12 hari pada Juni lalu hanya sebagian kecil dari yang mereka miliki.
Dalam sebuah pernyataan, Fazli mencatat bahwa rudal "Sejjil" mengejutkan "Israel" selama perang. Ia juga mengungkapkan bahwa kemampuan rudal Iran yang digunakan tidak melebihi 25 persen dari kapasitas sebenarnya.
“Saat ini kami berada pada posisi terbaik dalam 45 tahun terakhir, dan kita belum membuka pintu ke kota rudal mana pun,” kata Fazli dilansir Almayadeen.
Dia juga menekankan bahwa keputusan angkatan bersenjata Iran didasarkan pada perencanaan jangka panjang, bukan reaksi langsung, dan menekankan bahwa pendudukan Israel memfokuskan serangannya pada pusat-pusat keamanan pada hari terakhir perang.
Mengenai senjata nuklir, Fazli mencatat bahwa Iran memiliki pengetahuan teknis di bidang ini. Nnamun berdasarkan prinsip ideologisnya, Iran tidak bermaksud untuk memiliki atau menggunakan senjata jenis ini.
Wakil Menteri Luar Negeri Iran Majid Takht-Ravanchi mengkonfirmasi pada hari Kamis bahwa Republik Islam akan terus memperkaya uranium sesuai dengan kebutuhan nasionalnya, menandakan bahwa Teheran tetap teguh dalam program nuklirnya meskipun ada serangan AS-Israel yang menargetkan situs nuklirnya.
“Iran tidak merencanakan tanggapan lebih lanjut terhadap Amerika Serikat setelah serangan terhadap program nuklirnya, kecuali Washington mengambil tindakan agresif lebih lanjut,” kata Takht-Ravanchi.
Dia menekankan bahwa Iran tetap terbuka untuk berdialog tetapi mengkondisikan negosiasi di masa depan berdasarkan jaminan AS yang kredibel. "Amerika Serikat harus meyakinkan kami bahwa mereka tidak akan menggunakan kekuatan militer selama perundingan. Ini adalah prasyarat mendasar bagi kepemimpinan kami untuk memutuskan putaran perundingan berikutnya," tambahnya.