Kadin: PP Pengupahan Berpotensi Tekan Pertumbuhan Industri Manufaktur

6 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 berpotensi menekan pertumbuhan industri manufaktur, khususnya sektor industri pengolahan nonmigas. Dampak tersebut muncul melalui peningkatan biaya produksi, memburuknya iklim investasi, serta dinamika penyerapan tenaga kerja. Padahal, sektor ini merupakan kontributor utama produk domestik bruto (PDB) industri dan ekspor manufaktur nasional, sehingga sangat sensitif terhadap perubahan kebijakan pengupahan.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian Saleh Husin menyampaikan, kenaikan upah minimum melalui perluasan rentang indeks penyesuaian serta pengenalan upah minimum sektoral berimplikasi pada peningkatan biaya tenaga kerja secara struktural. Kondisi tersebut mendorong pelaku usaha bersikap lebih berhati-hati dalam melakukan ekspansi kapasitas dan perekrutan tenaga kerja, terutama pada subsektor padat karya.

“Peningkatan upah minimum cenderung menaikkan biaya tenaga kerja secara struktural dan berisiko menekan laju pertumbuhan output industri nonmigas, khususnya subsektor padat karya,” kata Saleh di Jakarta, Jumat (19/12/2025).

Ia menuturkan, dalam jangka pendek hingga menengah, dunia usaha cenderung menempuh strategi penyesuaian melalui efisiensi operasional, otomasi terbatas, serta rasionalisasi tenaga kerja. Langkah tersebut berpotensi membatasi kontribusi industri manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Dari sisi investasi, Kadin mencermati perubahan kebijakan pengupahan yang relatif sering menimbulkan ketidakpastian bagi investor. Situasi ini dinilai berpotensi menahan realisasi investasi baru di industri pengolahan nonmigas serta memperlambat pembentukan modal tetap sektor manufaktur.

“Investor cenderung menunda atau mengalihkan investasi ke wilayah dengan struktur biaya yang lebih stabil, sehingga laju pembentukan modal tetap di sektor manufaktur dapat melambat,” ujar Saleh.

Ia menambahkan, perlambatan investasi berisiko menurunkan potensi pertumbuhan jangka menengah industri nonmigas apabila tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas dan efisiensi teknologi. Dampak tersebut dinilai lebih terasa pada industri berorientasi ekspor yang menghadapi persaingan global ketat.

Kadin mengakui kebijakan pengupahan berpotensi mendorong daya beli pekerja industri dan menopang permintaan domestik. Namun, efek positif tersebut bersifat bertahap, sementara kenaikan biaya produksi dirasakan lebih cepat oleh pelaku industri.

Secara keseluruhan, PP Nomor 49 Tahun 2025 menciptakan trade-off antara perlindungan pendapatan pekerja dan percepatan pertumbuhan industri pengolahan nonmigas. Tanpa dukungan kebijakan peningkatan produktivitas, insentif investasi, serta penguatan rantai pasok domestik, pertumbuhan industri manufaktur pada 2026 berisiko bergerak lebih lambat dari potensinya.

Read Entire Article
Food |