Keteladanan Jenderal Hoegeng, Sosok Kapolri yang Harum Namanya

6 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hoegeng Imam Santoso dikenal sebagai sosok polisi yang jujur, tegas, dan berintegritas tinggi. Ia menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia pada periode 1968 hingga 1971.

Merintis dari bawah, karier Hoegeng di Kepolisian penuh lika-liku. Sebelum menjadi kepala Kepolisian Negara (sejak 1969, nama institusi ini berubah jadi Kepolisian RI/Polri) pada 5 Mei 1968, ia telah mengisi pelbagai posisi. 

Pada 1956, Hoegeng mengepalai Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) di Medan, Sumatra Utara. Sekira empat tahun kemudian, ia menjadi staf direktorat II di Markas Besar Polri. Bahkan, dirinya pernah duduk di pemerintahan, yakni sebagai menteri iuran negara pada tahun 1965 dan menteri sekretaris kabinet inti pada 1966. 

Kejujuran Hoegeng dalam keseharian maupun di lingkungan Polri tak diragukan lagi. Seperti dijelaskan dalam buku Hoegeng yang diterbitkan Bentang Pustaka, tokoh ini sudah terkenal bersih sejak sebelum berkiprah di Mabes Polri. 

Saat bertugas di Medan, Sumatra Utara (Sumut), banyak peristiwa mencengangkan dilakukan ayah tiga anak ini. Dia mengeluarkan secara paksa perabotan di rumah dinasnya. Perabotan mahal-mahal itu ditaruh di pinggir jalan. Kelakuan itu bukan tanpa alasan. Barang-barang itu sebelumnya dikirim oleh para cukong sebagai pelicin agar bisnis ilegal mereka berjalan mulus (baca: di-backing kepolisian). 

Hoegeng juga pernah marah-marah sambil melemparkan berbagai parsel ke luar jendela rumah dinasnya. Walaupun nilainya kecil, tetap saja itu sogokan, dan pasti ada maunya. 

Kehadiran Hoegeng di Sumut untuk menumpas bisnis ilegal, penyelundupan, dan judi. Sebelum ia bertugas, bisnis itu terbilang lancar berjalan di Medan. Sebab, para pelaku merasa aman akan adanya "backing" dari oknum tentara dan oknum polisi. 

Hoegeng kemudian merunut jejak praktik kongkalikong itu. Ia menemukan, ujung-ujungnya adalah 'Cina Medan', sedangkan oknum aparat tak lebih sebagai kacungnya. "Sebuah kenyataan yang amat memalukan," ujar Hoegeng dengan geram, seperti dicatat dalam buku karya Aris Santoso, Ery Sutrisno, Hasudungan Sirait, dan Imran Hasibuan itu (halaman 50). 

Di tangan pria kelahiran Pekalongan ini, para penjudi dan penyelundup tak bisa berkutik. Semua ditangkap, termasuk para backing pun diproses secara hukum. 

Sukses di Sumut, Hoegeng mendapat tugas memberantas KKN di Jawatan Imigrasi, lalu menjadi menteri Iuran Negara. Dia pun berhasil menjalankan tugasnya. Lalu dikembalikan ke kepolisian sebagai kapolri menggantikan Soetjipto yang mundur. Hoegeng dilantik oleh presiden Soeharto pada 15 Mei 1968. 

Sebelumnya, Soeharto mengingatkan kepada Hoegeng agar polisi tidak memikirkan tugas angkatan lain yang memiliki fungsi tempur. Waktu itu, Polri berada dalam lingkup Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) atau TNI. 

Bagi Soeharto, hendaknya polisi menjalankan tugas sesuai fungsinya. Jangan ada lagi faksi di kalangan perwira yang membuat persaingan tidak sehat. 

Read Entire Article
Food |