Marak Kasus Dugaan Penipuan Calon Mahasiswa Al Azhar Kairo, Ini Kesaksian Korban dan Mediator

3 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengalaman pahit dirasakan Muhammad Daffa Ilyanji, santri asal Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang berangkat ke Kairo, Mesir pada 2023 lalu. Daffa yang hendak menggapai mimpinya untuk menempuh studi di Universitas Al Azhar, Kairo, terjebak oleh ulah mediator ‘nakal’. Dia bersama rombongan bahkan nyaris telantar setibanya di Mesir. 

Perjalanan Daffa dimulai pada 1 Januari 2023 lalu. Dia beserta rombongan dari sebuah pondok pesantren di Lombok berangkat menuju Jakarta untuk mengikuti proses pemberangkatan ke Mesir. Daffa hendak menjadi mahasiswa Universitas Al Azhar melalui  jalur Ma’had Azhari, institusi pendidikan setingkat SMP-SMA di bawah naungan Al Azhar. Lulusannya bisa langsung masuk ke salah satu kampus tertua di dunia tersebut.

“Kami berenam dari Lombok, kemudian bergabung dengan rombongan lain di Jakarta, total ada 23 orang,” ujar Daffa sat bercerita kepada tim Republika melalui komunikasi virtual, Senin (21/7/2025). 

Menurut Daffa, keberangkatan itu difasilitasi oleh dua pihak yang diduga saling bekerja sama, yakni F, yang mengurus proses dari Lombok hingga Jakarta, dan seorang mediator bernama MS di Jakarta yang menjadi aktor utama pemberangkatan ke Mesir.

Untuk masuk ke Ma’had, Daffa mengaku membayar sekitar Rp 55 juta. Biaya tersebut diklaim sudah termasuk seluruh biaya pemberkasan, transportasi, asrama, konsumsi, hingga biaya hidup selama awal masa adaptasi di Mesir. Janjinya, para peserta akan langsung masuk ke Ma'had dan mendapatkan tempat tinggal serta pendampingan. Namun kenyataan berkata lain.

Setibanya di Mesir, Daffa dan pelajar lainnya dijemput oleh orang yang tidak dikenal. Mereka tidak mendapatkan tempat tinggal yang layak sebagaimana dijanjikan saat sebelum keberangkatan. Pada akhirnya, mereka bahkan mencari tempat tinggal sendiri.

Daffa juga mengungkapkan, rombongan pelajar itu dipencar, bahkan dititipkan begitu saja di asrama tanpa koordinasi dengan terlebih dahulu. “Pengurusnya di sana juga kaget. Mereka tidak mendapat informasi apa pun sebelumnya tentang kedatangan kami,” ucap dia.

Lebih menyakitkan, para pelajar harus menjalani interogasi dari pihak asrama karena dianggap masuk tanpa prosedur yang jelas. “Kami ditanya ini rombongan siapa, siapa yang mengirim, bagaimana prosesnya. Pengurus merasa kecolongan,” kata dia.

Untungnya, kata Daffa, ada beberapa mahasiswa senior Indonesia yang kemudian menjemput dan membantu mereka mendapatkan tempat tinggal sementara. Namun, berbagai janji manis soal asrama permanen, pembimbing, dan proses pendaftaran kuliah nyaris tidak ditepati oleh oknum mediator tersebut.

Kasus yang dialami Daffa ini hanyalah satu dari banyak kasus serupa. Berdasarkan pengakuannya, ada ratusan pelajar Indonesia di Mesir yang bernasib sama. “Saya sempat komunikasi dengan beberapa korban dari berbagai mediator. Bahkan ada yang lebih parah, berangkat sendiri ke Mesir tanpa satu pun pendamping,” ujar dia.

Menurut Daffa, beberapa pelajar bahkan sampai harus menumpang rombongan umroh untuk masuk ke Mesir karena tidak memiliki jalur resmi. Di Mesir, mereka hanya bisa berharap pada kebaikan hati senior atau kenalan yang bersedia membantu.“Banyak mediator yang memanfaatkan ini sebagai bahan bisnis saja, tapi tidak memikirkan teman-teman kita semua yang disini,”ujar dia.

Meskipun menjadi korban mediator nakal, Daffa mengaku tidak pernah menceritakan masalah ini kepada pihak KBRI di Mesir. Dia mengaku hanya ingin fokus untuk menempuh pendidikan di Al Azhar. "Kita sampai tidak kepikiran untuk melapor ke KBRI. Karena saking kita ingin prioritas utama kita di situ belajar dan gimana caranya biar terdaftar di Azhar," kata Daffa.

Ke depan, dia berharap ada pengawasan ketat dari Pemerintah RI,  terutama melalui Kementerian Agama dan KBRI Kairo, agar praktik serupa tidak terus berulang. Ia juga menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap mediator yang menawarkan jasa pemberangkatan ke Al-Azhar.

Sepengetahuannya, tidak sedikit lembaga yang beroperasi tanpa izin jelas. Menurut Daffa, mereka memanfaatkan antusiasme pelajar Indonesia untuk kuliah di Al-Azhar demi keuntungan pribadi.

Read Entire Article
Food |