REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Lima pelajar SMA asal Indonesia menorehkan prestasi membanggakan di ajang Yale Model United Nations (YMUN) Korea 2025, sebuah konferensi simulasi sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang digelar pada awal Desember di Seoul, Korea Selatan. Konferensi yang diselenggarakan oleh Yale International Relations Association (YIRA) itu diikuti ratusan pelajar dan mahasiswa dari berbagai negara. YMUN Korea dikenal sebagai salah satu forum Model United Nations (MUN) paling bergengsi di kawasan Asia Timur.
Lima pelajar Indonesia yang berhasil meraih penghargaan dalam ajang tersebut adalah Kilau K Khameshwari dari SMA Labschool Kebayoran Jakarta yang meraih Honorable Mention pada komite United Nations Environment Programme (UNEP). Ia membahas isu limbah tekstil, ekonomi sirkular, dan pencemaran air industri.
Muhamad Dimas Fadhli dari SMAN 28 Jakarta meraih penghargaan Best Position Paper pada komite North Atlantic Treaty Organization (NATO) dengan topik ancaman terhadap infrastruktur bawah laut dan keamanan kawasan Arktik. Sementara itu, Dustin Christian Tan dari SMA Springfield Raffles Hills, Cibubur, memperoleh penghargaan Most Outstanding Delegate pada komite NATO dengan fokus bahasan serupa.
Penghargaan Honorable Mention juga diraih Talita Almira Salsabila dari SMAN Unggulan MH Thamrin pada komite Commission on Population and Development (CPD). Ia mengangkat isu penurunan angka kelahiran, tantangan demografi, serta ketimpangan kawasan urban. Sedangkan Kanaya Dyandra Suri dari SMA Alta Global School meraih penghargaan Most Outstanding Delegate pada komite UNEP dengan topik limbah tekstil dan pencemaran air.
Selama konferensi berlangsung, para peserta mengikuti rangkaian sidang intensif yang menuntut kemampuan menyusun posisi negara, bernegosiasi, serta merumuskan solusi atas persoalan global yang kompleks. Proses tersebut mengasah kedisiplinan, kemampuan analisis isu internasional, keterampilan menulis, pengolahan data, hingga kerja sama dalam dinamika forum multilateral.
Salah satu delegasi, Kilau K Khameshwari, mengaku sempat terkejut dengan atmosfer sidang yang sangat intens. Namun, pengalaman tersebut justru menjadi pembelajaran penting baginya. “Saya kaget karena suasananya sangat intens, tapi justru dari situ saya belajar menjaga fokus dan tetap tenang,” ujarnya.
Ia menambahkan, pengalaman mengikuti berbagai ajang MUN di Indonesia sebelumnya menjadi modal penting untuk beradaptasi dengan ritme sidang internasional. “Saya sudah terbiasa dengan dinamika debat dan cara membangun argumen yang efektif,” katanya.
Prestasi kelima pelajar tersebut menjadi bukti bahwa pelajar Indonesia mampu bersaing di forum internasional yang menuntut wawasan global, ketekunan, serta kemampuan berkolaborasi lintas budaya.
Menutup pengalamannya, Kilau mendorong pelajar lain untuk berani mencoba kegiatan serupa. “Kalau penasaran, coba dulu saja mulai dari MUN di sekolah atau kampus. Bisa menambah wawasan, keterampilan, sekaligus teman,” ujarnya.

14 hours ago
4


































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5344879/original/037827700_1757495713-Kota_Semarang.jpg)









