REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Gelombang pembangkangan terhadap agresi Israel ke Gaza berlanjut dengan sekitar 1.600 mantan pasukan terjun payung bergabung. Tren ini di tengah prediksi bahwa Israel makin dekat ke perang sipil.
Lebih dari 1.600 mantan pasukan terjun payung dan tentara infanteri Israel bergabung dengan kelompok personel militer menuntut kesepakatan untuk membawa kembali tawanan dari Gaza dan mengakhiri perang.
Kelompok tersebut mengatakan mereka ingin para tawanan dikembalikan, “bahkan dengan jika harus dengan penghentian pertempuran”, untuk menyelamatkan nyawa warga Israel, menurut Yedioth Ahronoth dan media Israel lainnya.
Lebih dari 170 lulusan program kepemimpinan teknologi elit dari Unit Intelijen Militer menandatangani nama mereka pada surat terpisah yang menyerukan diakhirinya perang dan kembalinya para tawanan. Seruan tersebut adalah yang terbaru di antara meningkatnya suara-suara dari dalam militer yang menekan pemerintah untuk mengakhiri perang.
Mantan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert sebelumnya dengan tegas memperingatkan bahwa Israel: “Lebih dekat dengan perang sipil dibandingkan sebelumnya.” Pernyataan Olmert muncul di tengah meningkatnya ketegangan internal dan perpecahan mendalam dalam masyarakat Israel di tengah perang di Gaza dan penolakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengakhiri perang tersebut dan mencapai kesepakatan pertukaran tahanan.
Dalam sebuah artikel di surat kabar Haaretz, Olmert menyatakan: “Penyerangan sekelompok preman terhadap Mahkamah Agung Israel yang dibina, didukung dan sebagian besar diorganisir oleh perdana menteri, adalah tahap berikutnya dari proses yang dirancang untuk melemahkan keberadaan lembaga-lembaga negara ini.”
Lebih dari 250 mantan pejabat badan intelijen Israel Mossad merilis petisi baru pada Ahad malam yang menyerukan segera diakhirinya perang di Gaza untuk memfasilitasi pembebasan semua sandera, menurut media Israel.
Petisi tersebut menambah gelombang perbedaan pendapat publik dalam lembaga keamanan Israel. Sejak Kamis, setidaknya enam petisi telah ditandatangani oleh tentara cadangan, pensiunan perwira, dan veteran dari berbagai cabang militer Israel.
Menurut harian Yedioth Ahronoth: “Surat tersebut, yang diprakarsai oleh mantan perwira senior Mossad Gail Shorsh, ditandatangani oleh tiga mantan kepala Mossad – Danny Yatom, Ephraim Halevy dan Tamir Pardo – serta puluhan kepala departemen dan wakil kepala departemen dalam badan tersebut.”
Ini adalah petisi kedua dalam waktu 24 jam yang ditandatangani oleh mantan atau anggota pasukan keamanan Israel saat ini. Sebelumnya pada Ahad, sekitar 200 dokter cadangan militer aktif juga menandatangani petisi yang menuntut diakhirinya perang dan pengembalian sandera yang ditahan di Gaza.
Sejak Kamis, sedikitnya enam petisi telah ditandatangani oleh pasukan cadangan, perwira militer yang telah pensiun, serta para veteran dari berbagai cabang militer Israel.
Setidaknya seribu anggota dan mantan personel cadangan Angkatan Udara Israel pada Kamis (10/4/2025) menyerukan pembebasan semua sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza, meskipun hal itu berarti harus mengakhiri perang melawan kelompok Palestina, Hamas.
“Kelanjutan perang tidak lagi mendorong tercapainya tujuan-tujuan yang telah diumumkan dan justru akan menyebabkan kematian para sandera, tentara IDF (militer), dan warga sipil tak bersalah,” bunyi surat terbuka yang dipublikasikan oleh para mantan personel cadangan tersebut di sejumlah media Israel. Surat itu menyerukan “pemulangan segera” para sandera Israel dari Gaza, dan menyatakan bahwa perang yang sedang berlangsung kini hanya melayani “kepentingan politik dan pribadi.”