Orang-orang mengambil bagian dalam protes terhadap agresi militer Gaza di Tel Aviv, Israel, Senin, 7 April 2025.
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV — Gerakan bersama tentara Israel menolak perintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu meluas. Dari yang semula 8.200 tentara, kini tambah 1.600 lainnya, sehingga menjadi 9.800 pasukan. Semuanya menekan pemerintah untuk hentikan perang dan bebaskan sandera yang kini ditahan Hamas.
Perang terus menerus, ditambah lagi dengan pembatasan, bahkan larangan distribusia bantuan kemanusiaan ke Gaza, hanya akan membunuh sandera. Hal itu akan mengakibatkan warga Israel tewas dan akan menghancurkan citra pemerintah di mata warga Israel.
Sebanyak 1.600 tentara itu adalah mantan pasukan terjun payung dan prajurit infanteri Israel menandatangani surat yang menyerukan pemerintah Israel untuk mencapai kesepakatan untuk mengembalikan tahanan Israel ke rumah mereka, bahkan jika itu berarti mengakhiri perang di Gaza.
Surat yang diterbitkan oleh surat kabar Israel Yedioth Ahronoth itu berbunyi: "Kami, para pejuang dan komandan pasukan terjun payung dan infanteri, yang benderanya bertuliskan kalimat 'Kami tidak meninggalkan yang terluka di medan perang,' menyerukan agar para tahanan dikembalikan, bahkan jika itu berarti menghentikan pertempuran. Ini adalah seruan untuk menyelamatkan nyawa."
Dalam konteks ini, sebuah media Israel melaporkan bahwa lebih dari 170 lulusan program Talpiot (Aman) Direktorat Intelijen Militer bergabung dalam pesan protes dan seruan untuk diakhirinya perang dan pembebasan tahanan.
Seruan terbaru ini menambah gelombang tekanan publik yang semakin besar untuk mengakhiri perang yang sedang berlangsung, menyusul surat serupa dari dokter cadangan IDF, mantan anggota unit intelijen 8200, mantan anggota Mossad, prajurit cadangan angkatan laut, dan prajurit cadangan angkatan udara.
sumber : Antara