Sumpah Pemuda di Bangkok: Ikrar Subuh di Tanah Rantau

Oleh: Andi Subhan Husain*)

Azan subuh berkumandang di Masjid Darul Aman, Bangkok, Thailand, pagi itu. Di antara saf yang ada, berdiri jamaah perantau dari Indonesia. Ada yang mahasiswa, pekerja, dosen, dan diplomat.

Subuh adalah waktu yang paling jujur. Waktu ketika gelar ditanggalkan, dan yang tersisa adalah diri kita sebagai seorang manusia, seorang hamba yang membutuhkan kasih sayang Allah.

Di antara pejuang subuh tersebut ada Ayahanda Pak Dedi Cahyadi Irianto, atase Riset KBRI Bangkok dan sekaligus Dewan Pembina Pimpinan Cabang Istimewa (PCI) Muhammadiyah Thailand. Setiap subuh, ia datang tanpa perlu ada protokol dan tanpa perlu ada pengumuman.

Beginilah cara kami menjadi pemuda Indonesia yang hidup di tengah kota yang tak pernah tidur ini. Kami seperti sedang berada di antara dua dunia: dunia akademik yang rasional atau dunia kerja yang sibuk, dan dunia spiritual yang sunyi. Tentu, setiap kita punya cara masing-masing melanjutkan Sumpah Pemuda.

Jika pemuda 1928 bersumpah untuk bersatu, maka pemuda 2025 bersumpah untuk berkontribusi dan berdampak. Menjaga nilai-nilai luhur bangsa Indonesia di mana pun berada.

Mencintai Tanah Air di negeri rantau dimulai dari disiplin kecil, dari doa di waktu hening. Dimulai dari hamparan sajadah pada pagi hari dan lantunan zikir.

Dari kebiasaan bangun pada waktu pagi yang tenang, kami para perantau belajar untuk merawat hati dan pikiran agar tetap merasakan ketenangan, konsistensi, dan bekerja semaksimal mungkin. Menjalani hari-hari dan pada akhirnya hasil diserahkan kepada Allah Yang Maha Mengetahui apa-apa yang terbaik buat hamba-Nya.

Sumpah Pemuda yang pernah diucapkan dengan suara pemuda yang menggetarkan, menyatukan Tanah Air, bangsa, dan bahasa. Kini, hampir seabad berlalu.

Kami mengikrarkannya di tanah rantau bukan dengan mikrofon, tetapi dengan menuntut ilmu, mengamalkannya, dan mendakwahkannya.

Kami mengaku bertanah air Indonesia bukan hanya karena kami sedang berada di Indonesia. Kami membawa nilai-nilai keindonesiaan di mana pun berada: semangat berjamaah dengan gotong royong, semangat belajar dengan menjadi ahli di bidang masing-masing, dan ikut berkontribusi mencerdaskan kehidupan bangsa serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Kami mengaku berbangsa satu, bukan karena kesamaan darah, tetapi lantaran tekad untuk memberi manfaat di mana pun berada.

Subuh berjamaah di masjid menyatukan kami dari berbagai latar belakang. Ada dari Pulau Jawa, Sulawesi, Sumatra, Kalimantan dan pulau-pulau lainnya.

Kami mengaku berbahasa satu bukan hanya dalam ucapan, tetapi dalam bahasa kasih dan ilmu. Bahkan, hari-hari ini dalam bahasa kritis untuk melihat Indonesia menjadi lebih baik di masa depan.

Saat agenda makan siang PCIM Thailand bersama Pak Dedi pada Ahad (26/10/2025), bagian dari rangkaian pertemuan dengan berbagai komunitas diaspora di Thailand, kami berdiskusi mendalam terkait pelajaran apa yang bisa dibawa selama berada di tanah rantau ke Indonesia.

Kami selaku PCIM menjawab bahwa bidang pangan di negara ini cukup menarik untuk dipelajari lebih lanjut dan dikembangkan.

*) Andi Subhan Husain adalah PhD Researcher dalam bidang studi pembangunan internasional pada Chulalongkorn University. Ia kini menjabat Ketua Umum Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Thailand.