Viral Semburan Lumpur di Cirebon, Ganggu Pernafasan dan Sawah Warga

2 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON--Fenomena semburan lumpur di Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, viral di media sosial dalam beberapa hari terakhir. Namun ternyata, kondisi itu sudah terjadi sejak bertahun-tahun lalu dan menimbulkan dampak negatif bagi warga setempat.

Berdasarkan pantauan pada Jumat (19/12/2025) siang, semburan lumpur yang berwarna abu-abu kecoklatan itu menyerupai air yang bergolak dan menyembur cukup tinggi dan masif di sebuah kubangan. Warga setempat menyebutnya sebagai ‘kawah’.

Semburan itu menyebarkan bau menyengat yang lama kelamaan membuat nafas menjadi sesak dan mata menjadi pedih. Lokasi semburan itu hanya berjarak sekitar sepuluh meter dari areal persawahan milik warga. 

Sedangkan dari permukiman warga, berjarak sekitar satu kilometer. Meski cukup jauh, namun angin bisa membawa bau belerang yang menyengat dari semburan itu ke permukiman warga, terutama di Blok Sawadeket dan Blok Gambir.

Ketua RW 7 di daerah setempat, Yunus mengatakan, semburan lumpur itu sudah ada sejak berpuluh tahun lalu. Bahkan, ia menyebutnya sudah ada sejak zaman nenek moyang.

“Jadi ini (kejadiannya) bukan waktu sekarang instan, tapi dari dulu sudah ada,” ujar Yunus, yang juga berprofesi sebagai petani dan sawahnya dekat dengan kubangan semburan lumpur itu.

Yunus menjelaskan, semburan tersebut dulu dimanfaatkan oleh sebuah pabrik kapur. Pihak pabrik memanfaatkannya sebagai campuran kapur yang beracun hingga akhirnya menjadi netral.

Namun, pabrik kapur itu sudah tidak beroperasi lagi. Akibatnya, semburan tersebut menjadi terlantar dan tidak ada yang memanfaatkan. “Akhirnya masyarakat yang kena dampaknya,” terang Yunus. 

Yunus mengatakan, tak sedikit warga yang menderita gangguan pernafasan. Pasalnya, mereka menghirup aroma belerang itu setiap hari selama bertahun-tahun.

Selain itu, Yunus mengatakan, barang-barang elektronik milik warga juga menjadi cepat berkarat dan rusak. “Biasanya elektronik bisa bertahan lima tahun. Tapi sekarang cuma satu atau dua tahun sudah karatan,” katanya.

Tak hanya itu, kata Yunus, keberadaan semburan itu juga dirasakan sangat merugikan petani yang sawahnya berdekatan dengan semburan tersebut. Ia menyebut, semburan tersebut menyebabkan penurunan produksi secara signifikan.

“Kena belerang, kuantitas jadi berkurang. Dulu seperempat hektare bisa tujuh sampai delapan kuintal, sekarang tiga sampai empat kuintal juga sudah bagus,” kata Yunus.

Ia menambahkan, semburan itu semakin parah saat musim hujan. Sedangkan saat musim kemarau, yang keluar hanya berupa gas saja.

Yunus berharap, ada penanganan serius dari pemerintah ataupun instansi terkait dalam menangani semburan tersebut. Pasalnya, warga sudah merasakan dampak semburan itu sejak lama. 

Sementara itu, Kepala Desa Cipanas, Maman Sudirman, mengakui semburan lumpur itu telah berlangsung sejak lama. Semburan itupun pernah dimanfaatkan oleh pabrik pada tahun 1960-an. Namun sejak pabrik menutup produksinya, kawah dibiarkan terbuka.

Maman mengungkapkan, dampak yang paling dirasakan warga terutama pengaruh ke barang elektrobik yang menjadi cepat rusak. Selain itu, dampak lainnya dirasakan warga saat membuat sumur dimana air yang keluar dari sumur itu cukup berbau. “Ini kan kubangan, yang kalau ada airnya (musim hujan) kayak air mendidih. Tapi ini airnya dingin, tidak panas. Kalau kemarau, cuma hembusan anginnya saja yang keluar,” katanya. 

Ia mengatakan, peristiwa semburan itu pun pernah viral pada 2021. Namun hingga kini, tidak ada penanganan lebih lanjut.

Read Entire Article
Food |