Bank Syariah Muhammadiyah Jawab Kebutuhan Umat

6 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rencana pendirian Bank Syariah Muhammadiyah (BSM) dinilai sebagai bentuk koreksi terhadap dominasi tunggal industri keuangan syariah nasional oleh korporasi milik negara. Pakar Ekonomi dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menegaskan bahwa kehadiran BSM merupakan momentum penting untuk mengembalikan peran masyarakat sipil dalam membangun sistem keuangan Islam yang berorientasi pada umat.

“Dominasi pemain besar seperti BSI justru mempertegas kebutuhan akan hadirnya kekuatan baru yang berbasis masyarakat sipil, bukan korporasi negara,” kata Syafruddin kepada Republika, Jumat (4/7/2025).

Ia menilai, selama ini industri keuangan syariah terlalu terkonsentrasi pada entitas besar seperti Bank Syariah Indonesia (BSI) yang merupakan hasil konsolidasi bank BUMN. Pendekatan top-down semacam ini, menurutnya, justru berjarak dari kebutuhan riil masyarakat.

Berbeda dengan BSI, BSM lahir dari kekuatan akar rumput yang telah terbukti berperan aktif di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial. “Muhammadiyah memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh pemain besar seperti BSI, yaitu jaringan sosial, pendidikan, kesehatan, dan amal usaha yang hidup dan tersebar merata di seluruh Indonesia,” tegas Syafruddin.

Keunggulan inilah yang membuat BSM lebih representatif sebagai bank umat. Bukan hanya soal kelembagaan, tetapi juga ideologis—yakni bank yang berpihak kepada masyarakat bawah, bukan semata-mata mengejar ekspansi aset atau margin keuntungan.

“Dengan membangun bank sendiri, Muhammadiyah tidak hanya memobilisasi potensi dana umat, tetapi juga menciptakan ekosistem keuangan yang lebih berkarakter, beretika, dan berpihak pada pemberdayaan ekonomi masyarakat bawah,” jelasnya.

Menurut Syafruddin, kehadiran BSM bisa memecah sentralisasi keuangan syariah yang selama ini berpusat pada BSI. Ini bukan sekadar penambahan pemain, tetapi perluasan ruang partisipasi masyarakat sipil dalam mengelola dana umat secara lebih mandiri dan etis. Ia menilai BSM bisa menjadi role model lembaga keuangan berbasis nilai, bukan kekuasaan modal negara.

Langkah Muhammadiyah dianggap penting di tengah kondisi akses pembiayaan yang belum merata, bahkan terhadap organisasi sebesar mereka. Wakil Ketua Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah, Mukhaer Pakkanna, mengungkapkan bahwa dana Muhammadiyah yang tersimpan di BSI mencapai puluhan triliun rupiah, namun akses pembiayaannya dinilai tidak mudah.

“Duit kami di BSI banyak. Tapi ketika kita mengakses pembiayaan ke BSI, itu luar biasa sulitnya. Kita tidak jadi nasabah spesial. Karena itu, lebih bagus kita bikin bank sendiri,” tegas Mukhaer.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan izin operasional BSM segera terbit. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan izin kemungkinan keluar dalam waktu dekat. “Mungkin sebulan ini lah saya kira sudah keluar,” ujar Dian.

BSM akan dimulai dengan transformasi BPRS Matahari Artha Daya milik Uhamka. Nantinya, BPRS lain milik Muhammadiyah akan bergabung sebagai pemegang saham. Muhammadiyah menargetkan peluncuran bank pada 2025 dengan modal awal sebesar Rp 100 miliar.

Read Entire Article
Food |