REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Film terbaru sutradara Kimo Stamboel, Abadi Nan Jaya, yang mengusung subgenre zombi, menghadirkan kisah teror yang dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Menariknya, proses produksi film ini melibatkan lebih dari 200 zombi dengan karakter gerakan dan luka yang berbeda-beda.
Setiap zombi diciptakan dengan detail unik, mulai dari gestur tubuh, teknik vokal, hingga desain rias prostetik yang kompleks. Pengarah koreografi zombi yang berlatar belakang tari, Bobi Ari Setiawan, mengatakan setiap zombi memiliki gerakan khas tergantung pada “gigitan” yang diterima.
“Kalau digigit di tangan atau leher, gesturnya beda. Kami latih satu-satu supaya konsisten,” ujar Bobi dalam konferensi pers di Epicentrum, Rabu (22/10/2025).
Latihan tersebut dilakukan selama berbulan-bulan, bahkan melibatkan riset mendalam soal gerak tubuh manusia yang terinfeksi. “Setiap zombi punya ekspresi dan ritme tersendiri, jadi mereka bukan hanya menakutkan, tapi juga punya karakter,” ujarnya.
Bagian tata rias dan efek prostetik juga menjadi tantangan tersendiri bagi tim produksi. Special effect makeup artist, Astrid Sambudiono, mengaku harus membuat sistem “kelas zombi” untuk menjaga efisiensi dan konsistensi hasil. “Zombi kelas A, B, dan C punya tingkat kerusakan dan tampilan berbeda. Semua dikerjakan manual, tanpa efek digital,” kata Astrid.
Ia mengatakan desain make-up zombi di Abadi Nan Jaya terinspirasi dari tanaman kantong semar, terutama dari pola urat-urat halus dan lubang-lubang kecil pada permukaannya. Proses make-up dilakukan selama berjam-jam setiap harinya, terutama untuk pemeran zombi utama yang mengenakan prostetik penuh.
Seluruh efek dilakukan secara praktikal di lokasi syuting, tanpa bantuan CGI, agar hasilnya terasa lebih nyata. “Kami ingin tekstur dan detailnya benar-benar hidup di depan kamera. Semua darah, luka, dan urat dibuat langsung di set, karena mas Kimo minta semaksimal mungkin,” ujar Astrid.