REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menilai kepala sekolah menampar murid yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah tidak bisa dibenarkan atau dinormalisasi. Menurutnya, segala bentuk kekerasan di lingkungan sekolah melanggar perundang-undangan.
"Menurut kami, kekerasan di sekolah tidak bisa dibenarkan jelas tidak boleh dinormalisasi karena melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Satriwan saat dihubungi Republika, Kamis (16/10/2025).
Satriwan mengatakan kekerasan dalam bentuk apapun dilarang di lingkungan sekolah sesuai dengan Permendikbudristek No 46 Tahun 2023. Dalam aturan itu disebutkan warga sekolah baik guru maupun murid tidak boleh melakukan kekerasan dalam bentuk apapun. Bentuk kekerasan menurut regulasi tersebut dalam Pasal 6 dan 7 disebutkan terdiri atas kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi dan intoleransi, kebijakan yang mengandung kekerasan, serta bentuk kekerasan lainnya.
Namun demikian, ia pun menegaskan aktivitas merokok di lingkungan pendidikan pun tidak dibenarkan. Menurutnya, merokok di tempat umum khususnya di fasilitas pendidikan seperti sekolah tegas dilarang berdasarkan UU No 17 Tahun 2023 pasal 151 dan PP No 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.
Bahkan secara spesifik, kementerian pendidikan sudah mengeluarkan Permendikbud No 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah, khususnya di pasal 5 ayat 1 berbunyi: "Kepala sekolah, guru, peserta didik, dan pihak lain dilarang merokok di lingkungan sekolah".
Lalu dalam pasal 5 ayat 2 dalam Permendikbud No 64 Tahun 2015 memberikan kewenangan bagi kepala sekolah memberi sanksi kepada guru, murid, atau tenaga kependidikan yang merokok di lingkungan sekolah. "Kepala sekolah wajib menegur dan/atau memperingatkan dan/atau mengambil tindakan kepada guru, tendik, dan peserta didik apabila melakukan larangan tersebut," kata dia.
Meskipun sekolah atau kepala sekolah berwenang memberi sanksi kepada peserta didik yang merokok, tidak boleh sanksi diberikan berupa kekerasan fisik karena sangat jelas dilarang oleh undang-undang. UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 76C menyebut bahwa Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
Seharusnya sekolah-sekolah di Indonesia sudah memiliki Aturan Tata Tertib Sekolah dengan klasifikasi jenis-jenis pelanggaran dan tingkatan sanksi yang diberikan. "Sanksi fisik seperti menampar murid rasanya tidak akan ada dalam aturan tata tertib sekolah di Indonesia," kata Satriwan.
Dia menyatakan bahwa jika anak kedapatan membawa atau merokok di sekolah, biasanya akan dipanggil orang tua, diperingatkan, dibuat surat perjanjian, bahkan dalam kondisi tertentu siswa dapat dikeluarkan dari sekolah jika sudah melakukan pelanggaran kategori berat. "Kami menyayangkan kepala sekolah bereaksi dengan dugaan sikap menampar murid tersebut. Meskipun berdasarkan pernyataan Bu Kepsek, bahwa beliau tidaklah menampar atau memukul dengan keras muka murid tersebut, sehingga berdarah atau luka lainnya, melainkan dengan pelan," kata Satriwan.