Kemewahan Hari Bhayangkara di Tengah Coreng Wajah Polri

5 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepolisian merayakan hari kelahirannya yang ke-79 secara besar-besaran pada Selasa (1/7/2025) ini. Bagaimana rekam jejak lembaga tersebut setahun belakangan?

Kepolisian Negara Republik Indonesia menggelar upacara HUT Ke-79 Bhayangkara di kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat. Upacara dimulai dengan pembawa acara membacakan susunan komandan upacara dan pemimpin pasukan baris-berbaris.

Antara melansir, pukul 07.48 WIB, Presiden RI Prabowo Subianto tampak hadir dengan menggunakan mobil Pindad Maung. Tampak pula Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka yang juga tiba di lokasi.

Kemudian, pada pukul 07.57 WIB, Presiden Prabowo bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming dengan didampingi Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo memasuki bagian kursi di mimbar kehormatan.

Usai komandan upacara memberikan penghormatan kepada Presiden dan Wakil Presiden, Presiden Prabowo bersama Kapolri Jenderal Pol. Sigit menaiki mobil komando dan mengelilingi lokasi upacara. Sejumlah pejabat dan tokoh juga tampak hadir dalam upacara ini, di antaranya mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mantan wakil presiden Ma'ruf Amin, serta Ketua DPR RI Puan Maharani.

Ramai kegiatan sebelumnya sudah digelar untuk menyambut Hari Bhayangkara. Artis-artis ibu kota juga akan didatangkan dalam perayaan. Kemeriahan serupa juga dilakukan berbagai polda di daerah-daerah. 

Di sela kemewahan itu, LSM (KontraS) mencatat melalui rekaman pemberitaan media bahwa sepanjang Juli 2024-Juni 2025 terjadi sebanyak 602 peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh Polri. Rinciannya, peristiwa penembakan peristiwa terbanyak yang mencapai 411 peristiwa. 

Sebanyak 602 peristiwa kekerasan tersebut diwarnai oleh antara lain 38 peristiwa penyiksaan dengan 86 korban, dimana 10 meninggal dunia dan 76 orang lainnya korban luka ringan hingga berat. KontraS juga mencatat terjadinya 37 peristiwa extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum yang menyebabkan 40 menjadi korban.

Pada periode Juli 2024-Juni 2025, KontraS juga mencatat 44 peristiwa salah tangkap yang menyebabkan 35 orang terluka dan 8 orang meninggal dunia. Selain itu, pengawasan KontraS mencatat bahwa dalam rentang Juli 2024 hingga Juni 2025 terdapat 89 pelanggaran terhadap kebebasan sipil dalam beragam bentuk. Dalam rentang masa yang sama telah terjadi 42 peristiwa pembubaran paksa aksi unjuk rasa yang menyebar di pelbagai wilayah di Indonesia.

KontraS mencatat 1.020 orang yang menjadi korban pelanggaran yang mayoritasnya adalah mahasiswa. Namun, korban tidak hanya terbatas hanya mahasiswa, jurnalis, paramedis, petani, siswa, masyarakat sipil, serta aktivis tak luput menjadi korban. Di saat yang bersamaan aktivis/pembela HAM juga mengalami kerentanan yang serupa dengan mengalami 62 peristiwa penangkapan yang 5 diantaranya mengalami luka-luka.

Peristiwa penegakan hukum yang “timpang” seperti penundaan berlarut dan kriminalisasi terhadap partisipasi publik juga masih rentan terjadi sepanjang Juli 2024-Juni 2025. 

“Berbagai peristiwa tersebut, menunjukkan bahwa sudah saatnya Polri berbenah dan melakukan evaluasi. Penegakan hukum, keamanan dan ketertiban seharusnya tidak dilakukan dengan melanggar hak warga negara,” tulis koordinator KontraS Dimas Bayu Arya dalam lansiran pada Senin (30/6/2025).

Sedangkan dalam periode Juli 2023-Juni 2024, KontraS menemukan 645 peristiwa kekerasan yang melibatkan anggota Polri. 645 peristiwa kekerasan tersebut menyebabkan 759 korban luka dan 38 korban tewas. KontraS juga mendokumentasikan 35 peristiwa extrajudicial killing yang menewaskan 37 orang. Jumlah peristiwa extrajudicial killing yang terjadi juga mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya, walau jumlah korbannya berkurang.

Sepanjang Juli 2023-Juni 2024 berbagai peristiwa represi terhadap kebebasan sipil pun masih terjadi. KontraS mencatat 75 peristiwa pelanggaran terhadap kebebasan sipil yang meliputi tindakan pembubaran paksa sebanyak 36 kali, penangkapan sewenang-wenang sebanyak 24 kali, dan tindakan intimidasi sebanyak 20 kali. 

“Alih-alih bertindak untuk menjaga ketertiban dan keamanan warga, anggota Polri justru menjadi alat untuk membungkam warga. Secara mayoritas, pelanggaran terhadap kebebasan sipil dialami oleh warga yang mempertahankan ruang hidup dan menuntut haknya serta warga yang mempraktikkan hak untuk berkumpul secara damai dan mengemukakan pendapat di muka umum.”

Read Entire Article
Food |