REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengonfirmasi besarnya keinginan dari warga Persyarikatan agar gerakan Islam ini memiliki bank umum syariah (BUS). Hal itu disampaikan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang UMKM, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Hidup, Buya Anwar Abbas.
Menurut dia, Muhammadiyah mendukung tumbuh kembangnya perbankan syariah di Indonesia. Terlebih lagi, Persyarikatan sejak awal telah menegaskan sikap, bunga (interest) adalah riba, yang jelas keharamannya dalam Islam.
"Untuk itu, Muhammadiyah telah mengoonversi bank-bank pengkreditan rakyat (BPR) konvensional miliknya menjadi BPRS (bank pembiayaan rakyat syariah)," ujar Buya Anwar Abbas kepada Republika, Selasa (1/7/2025).
"BPR terakhir yang dikonversi pada bulan Juni 2025 ini menjadi BPRS adalah BPR Matahari Artadaya milik Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka yang berganti nama menjadi BPR Syariah Matahari atau Bank Syariah Matahari (BSM)," sambung dia.
Buya Anwar mengakui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam berbagai kesempatan menyarankan Muhammadiyah agar turut mengembangkan perbankan syariah di Indonesia. Terlebih lagi, OJK melihat peluang bahwa Muhammadiyah bisa mempunyai BUS sendiri.
"OJK melihat peluang Muhammadiyah untuk punya bank umum syariah sangat terbuka karena Muhammadiyah sudah punya modal untuk itu," katanya.
BPRS-BPRS di lingkungan Muhammadiyah pun diminta OJK untuk digabungkan (merger). Dengan begitu, Persyarikatan akan lebih mudah melangkah bila hendak mewujudkan BUS milik Muhammadiyah.
Apakah PP Muhammadiyah berencana mendirikan BUS dalam waktu dekat? Menurut Buya Anwar, hal itu belum akan terwujud dalam waktu dekat. Namun, ini tak berarti PP Muhammadiyah tak mendengarkan suara-suara warga.
"Dalam waktu dekat tentu belum, tapi bukan tidak mungkin. Apalagi, mengingat permintaan dari warga Persyarikatan untuk adanya Bank Umum Syariah Muhammadiyah sangat tinggi," ucapnya.