LPS Ungkap Penetrasi Polis Masih Rendah, Masyarakat tak Percaya Pakai Asuransi?

3 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai minat masyarakat membeli polis asuransi masih rendah karena kepercayaan yang belum pulih. Kondisi itu tecermin dari tingkat penetrasi asuransi Indonesia yang baru sekitar 1,7 persen.

Direktur Eksekutif Surveilans, Data, dan Pemeriksaan Asuransi LPS, Suwandi, mengatakan capaian penetrasi Indonesia masih jauh tertinggal dari negara lain. “Kita tadi masih 1,7 persen, artinya masih jauh lebih rendah,” ujarnya dalam Acara Literasi Keuangan dan Berasuransi, dikutip Senin (8/12/2025).

Ia menambahkan, di negara maju angka penetrasi asuransi umumnya berada pada kisaran 9–10 persen, sementara Singapura menjadi yang tertinggi di ASEAN. Menurut Suwandi, masalahnya bukan hanya daya beli, tetapi juga rasa aman masyarakat terhadap industri. Kepercayaan publik tertekan oleh banyaknya kasus gagal bayar dan penutupan perusahaan asuransi dalam beberapa tahun terakhir.

"Sudah ada 19 perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya oleh OJK. Jadi hampir setiap tahun ada saja,” kata dia.

Suwandi menjelaskan ketika perusahaan asuransi ditutup, pemegang polis harus menunggu proses likuidasi aset. Hasilnya pun tidak selalu utuh. “Nasib pemegang polis tergantung dari hasil likuidasi, recovery-nya pasti tidak akan 100 persen,” ujarnya.

Ia menilai ketidakpastian itu membuat masyarakat ragu membeli polis. “Nah, itu mungkin membuat orang juga tidak percaya, salah satu pemicunya adalah mungkin banyaknya perusahaan asuransi yang tutup, kemudian nasib dari pemegang polis juga tidak tahu. Artinya menunggu hasil likuidasi yang hasilnya entah berapa persen, kemudian waktu likuidasinya juga entah berapa lama. Ini yang membuat sulit untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi,” jelas Suwandi.

Di tengah situasi itu, LPS menyiapkan Program Penjaminan Polis (PPP) sesuai mandat UU P2SK yang mulai berlaku pada 2028. Suwandi menegaskan program ini dirancang melindungi mayoritas pemegang polis agar kepercayaan publik pulih.

Ia merujuk pengalaman negara lain yang menunjukkan penjaminan polis bisa mendorong kepercayaan dan pertumbuhan industri. “Penjaminan polis itu bisa memberikan kepercayaan, meningkatkan kepercayaan kepada pemegang polis, pada calon atau pada masyarakat untuk mau berasuransi,” ujarnya.

Meski begitu, Suwandi menekankan rincian PPP mulai dari besaran premi, kepesertaan, cakupan produk, hingga batas nilai jaminan masih menunggu aturan turunan pemerintah. “Kalau di penjaminan polis, itu semuanya diturunkan ke peraturan pemerintah,” kata Suwandi.

LPS menilai selama kepercayaan masyarakat belum pulih, penetrasi asuransi akan sulit naik. Karena itu, PPP diposisikan bukan hanya sebagai pelindung terakhir ketika perusahaan gagal, tetapi juga sebagai cara meyakinkan publik bahwa membeli polis tidak lagi berarti menanggung risiko sendirian saat asuransi bermasalah.

Read Entire Article
Food |