REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polri tidak melakukan penahanan terhadap empat tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)-1 Mempawah di Kalimantan Barat. Keempat tersangka tersebut adalah FM, HK, RR, dan HYL.
Kepala Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kakortas Tipidkor) Polri, Inspektur Jenderal Cahyono Wibowo, menjelaskan bahwa penahanan belum diperlukan saat ini. Meski begitu, penyidik telah menetapkan status cegah kepada seluruh tersangka agar tidak melarikan diri ke luar negeri.
“Penahanan itu kan kebutuhan penyidik. Tetapi jangan khawatir, kita sudah menetapkan status cegah terhadap semua tersangka,” kata Cahyono di Kortas Tipidkor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (6/10/2025).
Empat tersangka itu diumumkan setelah proses penyelidikan berlangsung sejak 2024. Cahyono mengonfirmasi bahwa FM yang dimaksud adalah Fahmi Mochtar, Direktur Utama PLN tahun 2008. Sementara HK adalah Halim Kalla, saudara mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang berperan sebagai Presiden Direktur PT BRN.
“Jadi yang kami sampaikan tadi, memang demikian. Tetapi untuk perilisan kami sampaikan inisial saja,” ujar Cahyono.
RR ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai Direktur Utama PT BRN, sedangkan HYL sebagai Direktur Utama PT PI. Penetapan status tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan alat bukti yang cukup terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek PLTU-1 berkapasitas 2x50 megawatt (MW) di Mempawah, Kalimantan Barat, periode 2008–2018.
Kronologi kasus
Direktur Penyidikan Kortas Tipidkor Polri Brigadir Jenderal Totok Suharyanto menjelaskan, kasus ini berawal pada 2008 ketika PLN menggelar lelang proyek pembangunan PLTU-1 Kalbar di Kecamatan Jungkat, Mempawah, dengan kapasitas 2x50 MW.
“Akan tetapi sebelum pelaksanaan lelang tersebut, diketahui bahwa PT PLN melakukan permufakatan dengan pihak calon penyedia dari PT BRN. Tujuannya untuk memenangkan PT BRN dalam lelang PLTU-1 tersebut,” kata Totok.
Panitia pengadaan kemudian meloloskan dan memenangkan KSO BRN, yaitu Alton OJSC, meskipun perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat administratif maupun teknis. “Selain itu diduga kuat bahwa Perusahaan Alton dan OJSC tidak pernah tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai oleh PT BRN,” ujar Totok.