Sejumlah warga mengantre untuk melakukan penukaran mata uang asing di money changer PT Valuta Artha Mas, ITC Kuningan, Jakarta, Selasa (8/4/2025). Nilai tukar rupiah dibuka melemah ke posisi Rp16.865 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Selasa (8/4/2025) usai libur Lebaran. Diketahui, penurunan nilai rupiah merupakan dampak dari kebijakan baru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menerapkan tarif balasan atau resiprokal terhadap ratusan negara. Trump telah mengumumkan tambahan tarif untuk produk impor asal sejumlah negara, termasuk Indonesia sebesar 32 persen yang mulai berlaku penuh per 9 April 2025. Sejumlah mata uang Asia turut melemah. Yuan China melemah 0,17%, rupee India melemah 0,71%, dolar Hong Kong melemah 0,04% dan ringgit Malaysia melemah 0,16%.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan pada perdagangan Senin (6/10/2025). Pengamat nilai, pelemahan Mata Uang Garuda diantaranya disebabkan oleh melambatnya realisasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L).
Mengutip Bloomberg, rupiah melemah 20 poin atau 0,12 persen menuju level Rp 16.583 per dolar AS pada penutupan perdagangan Senin (6/10/2025). Pada perdagangan sebelumnya rupiah berada di posisi Rp 16.555 per dolar AS.
Pengamat Mata Uang dan Komoditas Ibrahim Assuaibi mengatakan, sentimen internal dari pelemahan rupiah yakni belanja K/L pada tahun anggaran 2025 cenderung terlambat karena banyaknya penyesuaian. Kondisi tersebut berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Penyerapan belanja K/L selama ini tetap berjalan secara reguler, meski kecepatan penyaluran tiap K/L berbeda sehingga terlihat berjarak (gap).
“Serapan belanja K/L di 2025 berbeda dari tahun anggaran sebelumnya sehingga menimbulkan beberapa anomali,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Senin (6/10/2025).
Sebagai contoh, Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sudah diumumkan sejak November 2024 dan aturan pelaksanaannya terbit pada Januari 2025. Namun, pada Februari 2025 pemerintah menerbitkan kebijakan efisiensi anggaran. Hal itu membuat K/L perlu menyesuaikan kembali anggaran masing-masing instansi.
“Tak hanya soal efisiensi, penambahan jumlah K/L serta tantangan geopolitik dan perekonomian global juga memengaruhi realisasi belanja K/L di 2025,” ujarnya.
Walau demikian, lanjut Ibrahim, Pemerintah masih optimistis bahwa masing-masing K/L dapat mampu menyerap anggaran dengan maksimal di akhir tahun. Alasannya, tren realisasi belanja K/L sebagian saat ini sudah menunjukkan progres positif. Kemenkeu mencatat, terdapat 12 K/L besar yang sudah melaporkan progres realisasi belanja mencapai 80 persen.